Alasan Instruksi Jokowi 10 Ribu Tes/Hari Harus Terealisasi

Alasan Instruksi Jokowi 10 Ribu Tes/Hari Harus Terealisasi

Pasti Liberti Mappapa - detikNews
Kamis, 14 Mei 2020 11:16 WIB
Menteri Sekretaris Negara Pratikno (kanan) berbincang dengan Presiden National Olympic Committee (NOC) Indonesia Raja Sapta Oktohari sebelum mengikuti rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Ratas tersebut membahas tentang persiapan penyelenggaraan Piala Dunia Bola Basket FIBA 2023. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pd.
Presiden Jokowi (Hafidz Mubarak A/Antara Foto)
Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyoroti soal tidak terpenuhinya target tes virus Corona yang dia tetapkan sejak 13 April. Dia meminta ada perbaikan total dalam pengujian spesimen supaya target 10 ribu tes per hari bisa tercapai. Ada alasan kuat yang mendasari soal kenapa instruksi Jokowi itu harus terealisasi.

Saat memberikan kata pengantara tentang percepatan penanganan COVID-19 pada Senin (11/5) kemarin, Presiden Jokowi meminta ada perbaikan total dalam pengujian spesimen dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Sebab, jumlah tes PCR masih di bawah target dari yang ditetapkannya sejak April lalu: 10 ribu tes per hari.

"Saya baru mendapatkan laporan bahwa kemampuan pengujian spesimen untuk PCR sekarang ini sudah mencapai 4 ribu sampai 5 ribu sampel per hari. Saya kira ini masih jauh dari target yang saya berikan yang lalu, yaitu 10 ribu spesimen per hari," kata Jokowi saat itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan sebenarnya target Jokowi untuk 10 ribu tes Corona per hari bukan target berlebihan. Untuk kondisi hari ini, kapasitas pemeriksaan spesimen minimal sebanyak 16 ribu tes per hari.

ADVERTISEMENT

"Seharusnya setelah sebulan lebih dari instruksi itu kita tidak lagi bicara target 10 ribu. Sekarang minimal 16 ribu. Kalau sekarang pencapaian masih 4.000-an maka memang sangat-sangat jauh dari kondisi ideal," ujar Hermawan, Kamis (14/5/2020).

Tonton juga 'Pemerintah Sebar 6.300 Cartridge Untuk Tes Corona di 64 Kabupaten':

[Gambas:Video 20detik]

Dia menyebut masih rendahnya kemampuan pemeriksaan PCR ini dipicu banyak faktor. Mulai dari kesiapan alat serta komponen-komponen pendukung tes PCR hingga sumber daya manusia yang melaksanakannya.

"Metode PCR ini membutuhkan kesiapan penyediaan reagen, cartridge, VTM (viral transport medium), stik pengambilan swab, SDM. Kemudian ada sistem prosedur rujukan berperan juga di situ. Kombinasi berbagai unsur ini yang membuat kapasitas kita tidak kunjung lebih masif," ujar Hermawan.

Rendahnya kapasitas pemeriksaan ini berdampak pada kecepatan penanganan orang-orang yang terinfeksi. Hal ini juga berimbas pada kualitas spesimen yang akan diperiksa karena penumpukan.

"Spesimen yang ngantri berhari-hari bahkan sampai mingguan menyebabkan kualitasnya menurun. Hasilnya bisa jadi false negative. Bisa saja positif ternyata jadi negatif. Kondisi ini yang kita khawatirkan sejak awal," ujar Hermawan.

Karena itu, menurut Hermawan, selayaknya dilakukan evaluasi. Penanggung jawab atas akselerasi pemeriksaan PCR itu tak bisa lagi berkilah ada kesulitan impor. "Buat saya ini alasan yang terlampau klise. Tidak bisa instruksi presiden diabaikan. Ini target yang tidak muluk-muluk banget kok," ujarnya.

Hermawan membandingkan keberhasilan negara jiran Malaysia meningkatkan kapasitas pemeriksaan dengan sangat baik dalam satu bulan terakhir. Negara tetangga lain di kawasan Asia Tenggara, seperti Thailand dan Filipina, juga mampu melaksanakan tes tiga kali lebih banyak daripada Indonesia.

Menurut data yang disajikan ourworldindata.org pada 12 April 2020, kapasitas tes di Indonesia hanya 0,01 orang per 1.000 penduduk, sementara Malaysia pada angka 2,19 per 1.000 dan Thailand sebesar 0,46 per 1.000.

Sebulan kemudian, jumlah tes di Malaysia menjadi 8,22 per 1.000 populasi, Thailand sebesar 1,49 per 1.000 penduduk, dan Filipina 1,44 per 1.000 penduduk. Sedangkan Indonesia dari sumber data yang sama baru mencapai 0,44 per 1.000 penduduk.

Berkaca dari itu, menurut Hermawan, instruksi Presiden untuk melakukan percepatan pemeriksaan tidak bisa dijalankan dengan baik. Dalam kondisi darurat kesehatan seperti ini, semua instrumen pemerintah melakukan kerja yang lebih luar biasa untuk memenuhi kekurangan alat pendukung laboratorium.

"Jangan sampai kita terlalu bekerja normatif padahal kita dalam suasana darurat. Berbagai upaya harus diupayakan, tidak bisa setengah-setengah. Ini instruksi Presiden loh. Sayangnya penanggung jawabnya cacat kinerja, harus dievaluasi," ujarnya.

Menurut Hermawan, ketegasan Presiden Jokowi dibutuhkan saat nyawa warga negara terancam karena buruknya kinerja pejabat yang mendapat mandat mempercepat pengujian spesimen. "Perintah Presiden tidak boleh jadi instruksi kosong. Karena itu, Presiden jangan memaklumi. Presiden harus tegas," ujarnya.

Instruksi Jokowi soal 10 ribu tes Corona harus terealisasi. Ada alasan di balik keharusan ini. Pihak pemerintah sendiri pernah menjelaskan tes Corona perlu dilakukan untuk mengendalikan penularan virus itu sendiri.

Semakin banyak orang positif Corona diketahui, semakin baik pula pencegahan penularan virus bisa dilakukan. Namun sebaliknya, semakin sedikit orang positif Corona diketahui, kian lemah pencegahan penularan virus Corona. Akibatnya, orang yang positif Corona bisa berjalan-jalan ke mana saja menularkan virusnya karena orang itu sendiri tidak tahu bahwa dia sudah terjangkit virus.

"Tes virus Corona bukan untuk tujuan karena kita belum punya obatnya, tujuannya untuk kepentingan kesehatan masyarakat," ujar Sekretaris Ditjen P2P Achmad Yurianto di Kemenkes, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (4/3) lalu.

"Kita harus minta masyarakat memahami ini, dites itu bukan untuk tujuannya 'oh saya sakit supaya tidak sakit bagaimana' tapi bagi kita kepentingannya adalah apakah dia sumber penularan di titik itu," jelasnya.

Doktor epidemiologi lulusan University of California Los Angeles, Pandu Riono, menjelaskan tes COVID-19 besar-besaran diperlukan untuk mendeteksi warga yang terjangkit virus secara dini. Bila kondisi warga diketahui sejak awal, langkah isolasi bisa dilakukan.

"Dengan tes besar-besaran, kita akan mendapatkan orang yang membawa virus. Orang yang membawa virus kemudian diisolasi di suatu tempat," kata Pandu kepada detikcom, Jumat (20/3) lalu.

Namun bila tes tidak dilakukan, orang yang kemungkinan terjangkit COVID-19 akan bebas berjalan-jalan dan berinteraksi dengan banyak warga, penularan bakal tak terkendali. Orang itu sendiri tidak bisa disalahkan karena dia juga tidak tahu bahwa dirinya sebenarnya terjangkit COVID-19.

Maka, tidak bisa tidak, target Jokowi untuk 10 ribu tes Corona per hari harus terealisasi, secepatnya.

Halaman 2 dari 4
(pal/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads