Tiga mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi relawan Corona Kota Blitar. Banyak suka duka mereka hadapi saat menjadi relawan, di sela mengikuti kuliah online yang masih aktif berjalan sampai saat ini.
Ketiga mahasiswa itu adalah John Faizal Noer relawan untuk wilayah Kecamatan Sukorejo. Ibnu Syarifudin Hidayat relawan untuk Kecamatan Kepanjenkidul. Dan Luthfy Anshari relawan untuk wilayah Kecamatan Sananwetan. Mereka bertiga telah menyelesaikan S1 keperawatan. Saat ini melanjutkan ke program profesi perawat selama satu tahun.
Sudah satu bulan ini mereka bertiga mengabdikan diri secara sukarela membantu warga Kota Blitar yang harus isolasi mandiri untuk mendapat kebutuhan mereka. Tak hanya sembako, namun juga kebutuhan lain seperti pampers, elpiji bahkan sampai obat-obatan.
"Awalnya kami mendaftar di gugus tugas penanganan COVID-19 pusat. Namun lama responnya. Akhirnya kami memutuskan pulang dan jadi relawan di Blitar saja, karena aktivitas perkuliahan juga ditiadakan, diganti online," tutur John kepada detikcom, Selasa (12/5/2020).
Jhon dan Ibnu adalah putra daerah Kabupaten Blitar. Jhon merupakan warga Kecamatan Ponggok, dan Ibnu warga Kecamatan Kanigoro. Sedangkan Luthfy berasal dari Sambas Kalimantan Barat. Dia memilih ke Blitar jadi relawan daripada pulang ke kampung halamannya di seberang lautan.
"Iya saya khawatir kalau pulang. Karena Kalbar itu juga zona merah. Keluarga khawatir kalau saya pulkam. Sayanya juga khawatir kalau carrier selama perjalanan. Akhirnya saya pilih ikut John jadi relawan di Blitar saja dan ikut tinggal di rumah dia," ucap Luthfy.
Tiba di Blitar, mereka bertiga mendaftarkan diri sebagai relawan di Dinkes Kota Blitar. Dengan pemikiran, wilayah kota lebih sempit cakupannya dan menyesuaikan dengan kesibukan mereka mengikuti kuliah online.
Setelah mendapat pengarahan cukup dari Dinkes Kota Blitar, mereka mendapat tugas membantu warga kota yang harus isolasi mandiri. Baik itu berstatus positif telah dinyatakan sembuh dan meneruskan isolasi 14 hari, ODR, ODP ataupun PDP.
Mereka yang harus isolasi mandiri, tidak semuanya bisa mendapat suport tetangga sekitar. Gerakan peduli tetangga, ternyata tidak bisa direalisasikan di semua wilayah. Nah di sinilah tugas relawan membantu mereka yang isolasi mandiri mendapatkan kebutuhannya. Karena isolasi mandiri secara disiplin harus dilakukan semua anggota keluarga. Sehingga otomatis, tak ada satupun anggota keluarga itu bisa keluar rumah.
"Jadi skemanya, kami dapat no HP mereka dari gugus tugas. Lalu kami hubungi apa kebutuhan mereka tiap hari. Nanti mereka daftar dan transfer ke kami sejumlah uang untuk kami belikan barang sesuai yang didaftar. Kalau mereka tidak bisa transfer, mereka bisa meletakkan uangnya di plastik, taruh di depan rumah dan kami ambil. Lalu kami belanjakan dan kami taruh belanjaan di depan rumahnya. Praktis tidak ada kontak fisik langsung," imbuh Ibnu menimpali dua temannya bercerita.
Di sinilah mulai muncul tantangan. Karena keluarga isolasi mandiri ada yang berpikir mereka bertigalah yang akan mencukupi semua kebutuhan mereka. Bukan membantu membelikan. Hingga awal menjadi relawan, tak sedikit mereka dinilai mencari untung dengan membelikan barang atau tidak dipercaya ketika menyerahkan uang kepada para relawan. Akhirnya, pendekatan persuatif dilakukan tetap dengan protap Corona.
"Kalau yang warga sekitar suport itu enak. Tapi ada yang menolak di wilayahnya ada yang isolasi mandiri. Warga sekitar meminta mereka dikarantina atau di rumah sakit saja. Di sini kami harus mendekati, memberikan pengetahuan. Dan itu berulang ulang kami lakukan sampai bisa menerima keluarga yang isolasi mandiri," ungkap John.
![]() |
Tak hanya itu, tantangan lain ketika telpon berbunyi tengah malam dan mereka sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Dan merekapun harus bergegas kembali ke kota untuk membantu membelikan barang yang dibutuhkan. "Yang kami masih bagi kalau telepon bunyi saat kami kuliah online. Terpaksa harus ada yang berangkat salah satu dan meninggalkan perkuliahan. Alhamdulillah dosen bisa memaklumi tugas kami," tutur Luthfy.
Pihak kampus, lanjut dia, telah berpesan sebelum para mahasiswanya pulang. Agar mereka bisa bermanfaat bagi sebanyak manusia lain di daerahnya masing-masing. Dengan niatan tulus, tiga mahasiswa berprestasi yang mendapat beasiswa kemenag ini memilih jadi relawan COVID-19 dengan semua konsekuensi yang harus ditanggung.
Tak hanya soal mentalitas tangguh menghadapi warga yang kurang pengetahuan tentang virus Corona. Namun juga waktu, tenaga dan biaya sebagai konsekuensinya. Karena ongkos transportasi mereka membelanjakan warga yang isolasi mandiri, dikeluarkan dari kantong pribadi.
"Kami yang datang, kami yang cari jadi relawan ini. Jadi semua konsekuensi ya kami tanggung sendiri. Kami ikhlas tulus kok. Tapi kabarnya kami akan diajukan sebagai penerima bansos, itu bukan tujuan dan harapan. Tujuan kami, masyarakat disiplin menerapkan isolasi mandiri," pungkasnya.