Bila Tak Ada Asimilasi, Napi Dinilai Bisa Berontak Cemas Tertular Corona

Bila Tak Ada Asimilasi, Napi Dinilai Bisa Berontak Cemas Tertular Corona

Muhammad Ilman Nafi'an - detikNews
Rabu, 06 Mei 2020 17:36 WIB
Ilustrasi Kerusuhan Penjara
Ilustrasi (Andhika Akbaryansyah/detikcom)
Jakarta -

Pemerhati pemasyarakatan Dindin Sudirman mendukung kebijakan asimilasi narapidana (napi) di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Menurutnya, pemberian asimilasi bertujuan mencegah kecemasan pada napi karena khawatir tertular virus.

Dindin mengatakan lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia bisa saja menjadi tempat pembunuhan massal apabila pengurangan tahanan tidak dilakukan. Sebab, lapas di Indonesia kondisinya sudah melebihi kapasitas.

"Benar apa yang dikatakan, kemungkinan lapas-rutan itu jadi killing field, pembunuhan massal, seandainya kebijakan ini (asimilasi napi) tidak diambil," ujar Dindin dalam acara Opini Pandemi COVID-19 dan Asimilasi Narapidana yang disiarkan secara online, Rabu (6/5/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, apabila asimilasi narapidana ini tidak diambil, akan timbul rasa cemas pada diri napi. Dari kecemasan itu dikhawatirkan akan menimbulkan pemberontakan sehingga terjadi kerusuhan di dalam lapas.

"Menurut teori sosiologi tentang--apa namanya itu--tempat lapas adalah tempat yang punya struktur untuk mudah terjadi adanya semacam pemberontakan. Ada lima tingkatan, lima tahap, sampai terjadinya suatu pemberontakan, tahap yang ketiga adalah terjadinya kecemasan massal. Kalau sudah terjadi kecemasan massal, akan terjadi (pemberontakan)," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Dindin mengatakan negara memiliki tanggung jawab penuh terhadap para napi. Tanggung jawab itu menjamin keselamatan setiap narapidana.

"Satu prinsip mengatakan, ketika negara merampas kemerdekaan seseorang, harus diasumsikan bahwa mereka (napi) tidak lagi bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab atas kehidupan kesehatan dan keselamatannya," tutur Dindin.

Seperti diketahui, Kemenkum HAM mengeluarkan kebijakan asimilasi narapidana untuk mencegah penularan virus Corona di dalam lapas. Karena lapas di Indonesia sudah melebihi kapasitas sehingga menyulitkan untuk melakukan physical distancing.

Meski begitu, kebijakan tersebut banyak dikritik karena adanya sejumlah kasus napi yang kembali berulah setelah dibebaskan. Kebanyakan dari mereka merampok. Salah satunya kejahatan yang dilakukan para napi asimilasi antara lain pencurian disertai pemberatan (curat), pencurian kendaraan bermotor (curanmor), pencurian disertai kekerasan (curas), dan pelecehan seksual.

Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan 27 dari 38.822 narapidana yang keluar dari lembaga permasyarakatan (lapas) lewat program asimilasi Kemenkum HAM dalam rangka pencegahan penularan virus Corona (COVID-19) kembali melakukan tindak kejahatan. Jika dipersentasekan, kata Sigit, sebanyak 0,07 persen napi asimilasi tak bertobat.

Polisi juga akan memberi tindakan tegas dan terukur terhadap pelaku pidana, termasuk napi asimilasi, pada masa pandemi Corona. Seluruh polisi reserse diminta terus melakukan koordinasi dengan masing-masing lembaga permasyarakatan (lapas) di wilayah dan rumah tahanan (rutan) agar pengawasan dapat dilakukan secara maksimal.

Per 30 April 2020, sudah ada 39 ribu lebih napi yang mendapatkan asimilasi. Kemenkum HAM menegaskan napi yang sudah bebas itu tetap diawasi.

Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkum HAM Yunaedi mengatakan kebijakan asimilasi narapidana di tengah pandemi tidak hanya terjadi di Indonesia. Menurutnya, sejumlah negara juga memberikan asimilasi, salah satunya Amerika Serikat. Ia juga membandingkan negara yang tidak memberikan asimilasi kepada narapidana di tengah pandemi dan akhirnya terjadi kerusuhan di dalam penjara.

"Kemudian negara-negara yang tidak mengeluarkan tapi terjadi kerusuhan Thailand, Italia juga, Kolombia, Sri Lanka. Oleh karena itu, berkaca dari pengalaman kepada negara lain, kemudian secara normatif kita bisa melakukan satu terobosan yang di mana pelaksanaan daripada asimilasi dan integrasi itu bisa dilaksanakan," ungkap Yunaedi, Rabu (6/5).

Halaman 2 dari 2
(elz/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads