Ketua KPK Firli Bahuri menjawab kritikan mengenai gaya KPK baru yang menghadirkan tersangka saat memberi pengumuman atau konferensi pers. Ia pun membandingkan gaya KPK sebelumnya dan cara yang kini diterapkan di bawah kepemimpinannya.
"Sebenarnya itu bukan aneh tapi karena baru jadi kelihatan aneh. Dalam prinsip-prinsip hukum pidana kita ingin berikan kesetaraan dan persamaan hak di muka hukum yang kita kenal dengan istilah equality before the law. Sejak awal sudah dikenalkan, sudah dihadirkan, persamaan hak di muka hukum," kata Firli dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan KPK yang disiarkan langsung di YouTube, Rabu (29/4/2020).
Menurutnya, KPK saat ini tidak ingin mengikuti jejak pendahulunya yang mengumumkan tersangka sebelum bukti cukup. Akibatnya, sudah hampir 5 tahun KPK belum juga membawa tersangka itu ke meja pengadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penetapan tersangka sudah berjalan kurang-lebih 4,5 tahun lalu, tapi kita sampai hari ini belum mampu sampai pengadilan. Kenapa itu terjadi? Karena memang perlu bukti. Pada prinsipnya ada di UU 30/2002 pasal 44 itu ada dikenal dengan bukti permulaan yang cukup baru kita menetapkan tersangka," ujar Firli.
"Sekarang kalau tindakan merugikan negara tentu alat bukti yang cukupnya adalah kerugian negara. Untuk mengetahui kerugian negara, perlu juga mendapatkan perhitungan kerugian negara yang menurut UU diberi kewenangan kepada BPK. Ini persoalan. Kalau itu yang terjadi, kita tidak ingin hal demikian," lanjutnya.
Firli menegaskan, KPK di bawah kepemimpinannya ingin memastikan ketika sudah ada pihak yang menjadi tersangka, lembaga antirasuah itu benar-benar sudah memiliki bukti yang kuat. Dengan demikian, tersangka tersebut hampir dipastikan bersalah dan patut mendapatkan sanksi lewat gaya 'dipamerkan' saat KPK konferensi pers.
"Begitu terjadi seketika kita mengumumkan tersangka mulai hari itu dia sudah menerima sanksi. Ada 4 sanksi, pertama sanksi sosial, keluar rumah dia sudah disebut tersangkanya KPK, makan siang atau ke warung Tegal dia sudah disebut tersangkanya KPK. Anaknya kuliah disebut anaknya koruptor yang sudah diumumkan KPK. Istrinya ke pasar hanya beli kangkung, singkong, pisang, disebut juga istrinya tersangka korupsi," beber Firli.
"Maka pimpinan sepakat seketika kita mengatakan ada permulaan bukti yang cukup sehingga membuat terang suatu pidana, ada tersangkanya. Itu hanyalah untuk memberikan kepastian kepada masyarakat sekaligus memberi pelajaran bahwa tersangkanya ini bisa membuat efek jera," tambah eks Kapolda Sumsel itu.
Simak video KPK Tangkap Ketua DPRD-Plt Kadis PUPR Muara Enim:
Firli kembali mengingatkan, KPK tak mau koar-koar saat melakukan penangkapan atau ketika menangani kasus korupsi. Menurut dia, lebih buruk mengumumkan tersangka sejak awal, tapi tak bisa membawanya ke sidang, dibanding caranya 'memamerkan' tersangka.
"Waduh kalau sekarang diem-diem ditangkap, ditangkap bener. Hendak diumumkan 5 tahun, kapan diumumkannya, kapan disidangnya, apakah itu bukan hukuman yang lebih lama dibandingkan saat kita hadirkan bahwa dia sudah jadi tersangka," sebut Firli.
Keterangan Firli itu untuk menjawab pernyataan anggota Komisi III DPR Arsul Sani terkait KPK 'pamerkan' tersangka. Arsul mengingatkan soal prinsip praduga tak bersalah.
"Tapi terima kasih Pak Arsul atas masukannya, akan kita kaji. Tetapi yang pasti kita tidak mempertontonkan orang, karena prinsipnya saat press release kemarin itu pun mereka membelakangi tidak ditampilkan mukanya," ujar Firli.
Sebelumnya diberitakan, Arsul memberikan catatan terkait cara KPK mengumumkan tersangka. Berbeda dari sebelumnya, pengumuman terbaru yang dilakukan KPK dilakukan dengan cara menghadirkan tersangka.
"Mohon maaf saya beri catatan, terkait kehadiran tersangka, karena itu menimbulkan pertanyaan tidakkah itu juga merupakan dalam tanda kutip melanggar presumption of innocence. Sistem peradilan kita bersandar pada asas praduga tak bersalah, bukan praduga bersalah. Karena itu, saya mohon ini bisa dipertimbangkan kembali soal kehadiran tersangka," kata Arsul.