Bandung -
Pelanggaran Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Kota Bandung yang ada di setiap check point menurun. Namun, pelanggaran di tempat umum dan pasar tradisional masih terjadi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Ema Sumarna memiliki target, selama pelaksanaan PSBB di Kota Bandung wabah COVID-19 bisa mereda bahkan berhenti.
"PSBB ini kami punya target, pandemi ini mereda. Syukur-syukur berhenti, bahkan idealnya kita selesai, karena tujuannya itu. Perlakuannya apa? Ya kita diam di rumah," katanya di Balai Kota Bandung, Rabu (29/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ema berujar, semua kegiatan baik ibadah, bekerja bahkan sekolah sudah dilakukan di rumah. "Bekerja di rumah, beribadah di rumah, belajar pun di rumah. Kalau ada beraktivitas harus masuk kategori benar-benar dikecualikan. Bagi yang tidak berkepentingan sudahlah diam di rumah," ujarnya.
Ema mengungkapkan, pelanggaran di check point, seperti penggunaan masker dan sarung tangan sudah menurun dibandingkan hari-hari sebelumnya.
"Pemakaian masker, saya lihat di check point-check poin mendekati 100 persen orang pakai masker, baik pengendara roda dua atau empat yang saya saksikan sendiri. Cuma yang masih kurang itu sarung tangan, mungkin itu tinggal 20-30 persen, tapi mayoritas mereka sudah pakai," ungkapnya.
Begitupun dengan physical distancing di dalam mobil dan berboncengan menggunakan sepeda motor, Ema menyebut pengendara sudah paham tentang aturan PSBB ini.
"Physical distancing di mobil saya lihat di depan sudah tidak ada yang bergandengan, mereka duduk di barisan kedua. Berboncengan pun tinggal sekitar 5 persen, lainnya sendiri-sendiri. Perubahannya ada," jelasnya.
Tapi, Ema menyayangkan masih ada yang melanggar physical distancing di tempat umum, apalagi menjelang berbuka puasa.
"Cuman itu tadi, di pinggiran pusat kota yang namanya pusat takjil seperti di Simpang Dago dan kemarin saya lihat di Tugu Makam Pahlawan Cikutra, wah duh, mereka tidak physical distancing, berkerumun kan ngeri lihatnya," tuturnya.
"Pada hakekatnya kan kita OTG (orang tanpa gejala), gimana kalau kita carrier, membawa ke orang lain, kan di antara kita harus saling jaga. Itu bisa tidak terjadi apabila kita bisa saling jaga jarak. WHO menentukan 2 meter, supaya lebih menjaga, tolong jaraknya dijaga," tambahnya.
Ema mengakui, pihaknya sangat sulit melakukan sosialisasi di pasar tradisional. Pasalnya, baik pedagang dan pembeli masih banyak yang tak mengindahkan imbauan petugas.
"Saya paling sulit itu di pasar tradisional, aduh itu lieur (pusing), saya lihat pedagang sama pedagang, pedagang dengan pembeli, kemudian pedagang itu kalau di pasar bawa masker tapi hanya ditempel, kalau diingatkan baru dipasang. Inikan menyangkut kesadaran, masa kita dari jam 4 subuh sampai jam 12 siang kita harus nongkrongin orang. Apa susahnya sih," tuturnya.
Pihaknya sudah memerintahkan kepada Dirut PD Pasar agar para pedagang mengikuti imbauan petugas. Tetap melakukan physical distancing dan menggunakan masker.
"Saya sudah mengarahkan juga kepada Pak Dirut untuk menggunakan jas hujan plastik yang polos gitu buat para pedagang. Atau gini, kalau dia sudah diingatkan tetap bengal, jangan izinkan lagi kalau dia mau memperpanjang izin lapaknya, karena dia tidak mau berkorban untuk bersama," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini