Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan pakar Universitas Indonesia (UI) angkat bicara soal pemerintah yang menyebut kasus positif Corona di DKI Jakarta mengalami perlambatan. IDI dan pakar UI memberikan saran.
Kepala Gugus Tugas, Doni Monardo, awalnya menyampaikan kasus positif virus Corona di Ibu Kota mengalami perlambatan yang signifikan.
"Kami jelaskan juga khusus DKI, perkembangan yang terakhir kasus positif telah mengalami perlambatan yang sangat pesat dan saat ini sudah mengalami flat," kata Doni usai ratas, Senin (27/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Doni menyebut hal tersebut terjadi terkait penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Ini diakibatkan karena PSBB yang telah berjalan dengan baik. Bapak Gubernur DKI telah melaporkan kepada Bapak Presiden tentang hasil yang dicapai selama pelaksanaan PSBB," ucap Doni.
Menanggapi hal tersebut, IDI menilai pemerintah terlalu dini menyimpulkan kasus positif Corona di DKI Jakarta mengalami perlambatan. Hal yang sama juga disampaikan Epidemiolog dari FKM UI, Pandu Riono.
Berikut respons IDI hingga Pakar UI soal positif Corona sudah flat di DKI Jakarta:
IDI
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai pemerintah terlalu dini menyimpulkan kasus positif Corona di DKI Jakarta mengalami perlambatan.
Menurut IDI, data kasus saat ini belum menggambarkan kondisi nyata pola penularan virus di Indonesia.
"Itu terlalu dini kita untuk menyimpulkan tren wabah di Indonesia karena kondisi riil belum tergambarkan dengan baik, dengan cakupan pemeriksaan yang terhitung kecil coveragenya, baik dari angkanya yang diperiksa maupun wilayah yang dicakup. Karena epicentrum penularan ini kan sudah meluas, bukan hanya di DKI tapi sudah di seluruh provinsi dan sudah diyakini sudah terjadi penularan setempat atau transmisi lokal," kata Humas IDI, dr Halik Malik, saat dihubungi Senin (27/4/2020).
Halik mengatakan ada syarat dan ketentuan untuk menyimpulkan angka kasus positif bisa disebut menurun. Menurutnya, cakupan pemeriksaan per hari dan proses pemeriksaan dapat diselenggarakan secara cepat, luas, dan masif harus terpenuhi lebih dahulu.
"Ya tentu dari total populasi kita sendiri itu sudah berapa persen yang disasar untuk pemeriksaan COVID. Kemudian pemeriksaan konfirmasi COVID diminta untuk bisa diselenggarakan secara cepat, luas, dan masif, itu kan belum terpenuhi saat ini. Minimal 10 ribu tes per hari aja kita belum sampai, semestinya itu dulu kita kejar. Jadi ada parameter yang bisa digunakan untuk menilai kualitas penanggulangan pandemi ini. Kalau memang semangatnya ingin percepatan penanggulangan pandemi, tentu parameter tadi yang harus dipenuhi," jelasnya.
Halik menyebut masyarakat sebagai garda terdepan dalam penanggulangan wabah tersebut diharapkan agar tetap disiplin mengikuti anjuran pemerintah dalam pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Halik menyarankan agar pemerintah bisa lebih meningkatkan lagi kapasitas tes Corona di tanah air.
"Paling utama saran dari IDI peningkatan kapasitas testing, karena itu dianggap menyelesaikan beberapa persoalan sekaligus. Jadi menyelesaikan beban pelayanan kesehatan yang tinggi karena tingginya angka PDP yang dirawat menunggu konfirmasi dan menunggu pemulangan. Kemudian deteksi dini yang cepat kan diyakini bisa membuat orang-orang terdeteksi cepat ditangani kemudian kontak erat di sekitarnya bisa cepat ditelusuri, dan rantai penularan bisa disetop. Sehingga yang positif bisa segera diisolasi, kemudian yang menunjukkan keluhan bisa ditangani segera," katanya.
Pakar UI
Epidemiolog dari FKM UI, Pandu Riono menilai pemerintah hanya berupaya untuk membuat masyarakat tenang.
"Terlalu cepat menyimpulkan. Tapi saya mengerti kenapa Pak Monardo harus bicara seperti itu supaya menenangkan masyarakat. Semuanya kadang-kadang hanya ingin menenangkan masyarakat, Juli selesai juga untuk menenangkan masyarakat supaya ada kepastian. Tapi bagaimana mewujudkan kepastian itu, itu yang penting," kata Pandu saat dihubungi, Senin (27/4/2020).
Pandu menyebut jumlah kasus yang dilaporkan tinggi atau rendah bergantung pada jumlah yang diperiksa. Menurutnya, jika jumlah yang diperiksa lebih sedikit dari hari sebelumnya sudah pasti angka kasus positif juga menurun.
"Pertanyaannya PDP meningkat nggak? Kalau meningkat itu ada masalah ditesting, jumlah yang dites sama banyak nggak? kalau jumlah yang dites menurun artinya ya pasti kasus yang terkonfimasi menurun karena belum dites. Jadi kalau kita melihat apakah menetap atau tidak seharusnya dari berapa orang yang dites, dan ini yang perlu diinformasikan karena dari berapa orang yang dites itu berapa yang di positif, jadi angka proporsinya nggak ada," katanya.
"Misalnya 100 orang dites, ternyata 50 orang positif, 50 persen. Besok yang dites hanya 50 orang, yang positif 40 orang, artinya jumlah yang dites sedikit. Jadi kalau hanya melihat nilai-nilai mutlak kita bingung, ini nilai dari berapa banyak dari yang sudah dites. Bisa saja angkanya landai atau menurun karena jumlah yang dites terbatas. Jadi kalau jumlah yang ditesting jumlahnya sama atau meningkat baru kita yakin gitu, bahwa ini terjadi penurunan. Tapi selama itu belum diketahui, jangan senang-senang dulu," sambungnya.
Sementara itu, guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI), Prof dr Ascobat Gani, MPH, DrPH, mengatakan bahwa arti dari 'flat' ini tidak bisa dikatakan mereda.
"Bukan mereda, artinya kita nggak naik lagi, tapi tetap tinggi, masih banyak kasusnya yang menularkan satu sama lain, cuma tidak nambah. Kenapa nggak nambah? Karena banyak juga yang sembuh, misalnya yang nambah 100 yang sembuh 100, ya datar terus," ungkapnya saat dihubungi detikcom, pada Selasa (27/4/2020).
"Artinya kita sudah sampai puncak cuma nggak naik lagi, mendatar. Artinya, transmisi penularan masih bisa terjadi dari jumlah itu. Nah kalau menurun itu beda, mulai turun tapi kan nggak bisa langsung selesai juga, turunnya landai," lanjutnya.
Menurutnya kasus bisa dikatakan menurun atau mereda jika jumlahnya melebihi angka positif yang dilaporkan. Maka dari itu penting untuk fokus pada penyembuhan pasien Corona.
"Tiap hari kan dapat kasus baru nih misalnya 100, tapi kita sembuh 500, ya turun kita, menyembuhkan ini yang penting, oleh karena itu kita intensif di penyembuhan, itu di tingkat awal," pungkasnya.
Penjelasan Pemerintah
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyebut perkembangan positif kasus positif Corona di DKI Jakarta yang mulai melambat ini terjadi berkat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang berlaku di Jakarta mulai 10 April lalu.
Bila dihitung-hitung, Senin (27/4/2020) ini adalah hari ke-17 atau pekan ketiga PSBB di Jakarta.
Mari simak kurva penambahan kasus positif COVID-19 per hari di Jakarta (kasus baru), dari 10 April. Data ini diperoleh dari situs resmi Pemprov DKI, Jakarta Tanggap COVID-19.
- 10 April: 91 kasus baru
- 11 April: 93 kasus baru
- 12 April: 179 kasus baru
- 13 April: 160 kasus baru
- 14 April: 107 kasus baru
- 15 April: 98 kasus baru
- 16 April: 223 kasus baru
- 17 April: 153 kasus baru
- 18 April: 79 kasus baru
- 19 April: 131 kasus baru
- 20 April: 79 kasus baru
- 21 April: 167 kasus baru
- 22 April: 120 kasus baru
- 23 April: 107 kasus baru
- 24 April: 99 kasus baru
- 25 April: 76 kasus baru
- 26 April: 65 kasus baru.
Kurvanya memang belum mendatar (flat) sempurna di titik terendah, namun sudah tampak cenderung melandai dengan fluktuasi di beberapa tanggal. Bila melihat penambahan kasus baru di atas, penambahan kasus baru tertinggi terjadi pada 16 April dengan 223 kasus baru. Sejak saat itu, jumlah kasus baru cenderung lebih rendah, hingga terakhir pada 27 April ini menunjukkan penambahan 86 kasus baru.
Data Corona di DKI per 28 April
Sampai saat ini, tercatat ada 3.950 kasus positif Corona. Jumlah tersebut meningkat 118 kasus dibanding jumlah kasus hari sebelumnya sebanyak 3.832 kasus di Jakarta.
Sedangkan jumlah kasus sembuh sebanyak 341 kasus dan meninggal 379 kasus. Kasus yang masih dirawat berjumlah 2.024 kasus dan isolasi mandiri 1.206 kasus.
Berikut ini hasil pantauan kasus COVID-19 di Jakarta:
Jumlah kasus menunggu hasil: 1.636
Jumlah kasus positif di titik kelurahan: 2.799
Jumlah kasus positif (lokasi belum diketahui): 1.151
Jumlah total kasus positif: 3.950
Jumlah total kasus keseluruhan: 5.586.