Kasus 'Dagang Perkara' Korps Adhyaksa Jakarta Kembali Masuk Meja Hijau

Kasus 'Dagang Perkara' Korps Adhyaksa Jakarta Kembali Masuk Meja Hijau

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 28 Apr 2020 10:39 WIB
Poster
Ilustrasi korupsi (Foto: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Jaksa Fristo Yan Presanto dan jaksa Yanuar Reza Muhammad mencoreng Korps Adhyaksa. Keduanya kini duduk di kursi terdakwa atas tuduhan korupsi karena melakukan 'dagang perkara' di Korps Adhyaksa.

Fristo dan Yanuar sehari-hari keduanya berdinas di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Yanuar sebagai Kasi Penyidikan pada Aspidsus Kejati DKI Jakarta. Sedangkan Fristo sebagai Kasubsi Tipikor dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Mereka didakwa menerima suap ratusan juta rupiah saat mengusut dugaan korupsi PT DOK dan Perkapalan Koja Bahari TA 2012-2017.

Sebelumnya, atasan mereka sudah duluan dihukum 5 tahun penjara. Yaitu Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto. Agus menerima suap dari pengusaha Sendy Pericho dan pengacara Sendy, Alfin Suherman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sendy menyuap agar Agus dapat meringankan rencana tuntutan (rentut) dalam perkara Hary Suwanda dan Raymond Rawung. Hary dan Raymond adalah pihak swasta yang memiliki masalah dengan Sendy,

Kasus ini bermula ketika Hary Suwanda dilaporkan oleh Sendy ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya dengan dugaan penipuan dan penggelapan dengan tersangka Hary dan Raymond. Kejati DKI Jakarta menunjuk dua orang jaksa untuk mengawal kasus itu, yaitu Arih Wira Suranta dan Isfardy.

ADVERTISEMENT

Pada 6 Maret 2019, Arih melimpahkan berkas perkara Hary ke PN Jakbar dengan dakwaan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang. Dalam proses sidang, ternyata antara korban dan pelaku terjadi perdamaian dan kesepakatan.

Langkah selanjutnya adalah agar Hary dituntut ringan. Karena Arih Wira sudah dimutasi, akhirnya Sendy dan kuasa hukumnya kembali menghubungi Yanuar dan meminta agar hukuman Hary diringankan. Sendy juga berjanji akan memberikan uang.

Yanuar menghubungi Agus selaku Aspidum Kejati DKI dengan mengatakan Sendy akan memberikan uang jika Agus bersedia meringankan tuntutan Hary. Agus pun menyetujui pemberian uang sebesar Rp 200 juta itu.

Atas persetujuan itu, Alfian memberikan uang yang dibungkus plastik berwarna hitam dan satu dokumen perdamaian antara Sendy dan Hary. Pemberian uang itu langsung di ruang kerja Agus.

'Dagang perkara' itu tercium dan Agus ditangkap. Agus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hakim.

"Menyatakan terdakwa Agus Winoto telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata hakim ketua Rustinono saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat pada 24 Februari 2020.

Agus dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor. Adapun penyuap Agus, Sendy Pericho, divonis 3 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Kasus 'dagang perkara' juga pernah ramai saat Kajati Jakarta dijabat Sudung Situmorang pada 2016 silam. Di mana Direktur Utama PT Basuki Rahmat Putra, Marudut menjadi perantara sejumlah uang dari PT Brantas Abipraya terkait perkara korupsi.

Marudut menyiapkan uang Rp 2 miliar ke Kajati Jakarta. Namun belum sampai uang itu ke tangan Sudung, Marudut sudah ditangkap KPK.

"Unang ro saonari mundur adong info naso denggan (ada info, situasi saya kurang baik, lain waktu, hati-hati-red)," begitu chat BBM Sudung ke Marudut sesaat sebelum Marudut ditangkap KPK.

Sudung lepas dari delik dan Marudut akhirnya dihukum 3 tahun penjara.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads