Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan segera diterapkan di Surabaya Raya. Lalu bagaimana nasib Usaha Kecil Menengah (UKM) di Surabaya di tengah pandemi COVID-19?
Salah satu pelaku UKM di Surabaya Saiful Bakri (50) mengaku tak mempermasalahkan penerapan PSBB. Namun keputusan itu menyangkut kepentingan banyak orang. Dia meminta agar mempertimbangkan roda ekonomi rakyat kecil termasuk UKM agar tetap diizinkan berproduksi.
"Tidak masalah pemerintah mau menerapkan PSBB silahkan. Karena itu skalanya kan besar dan banyak kepentingan. Kalau kita ngomong pribadi-pribadi ya banyak yang setuju banyak yang nggak karena banyak kepentingan. Tapi dalam skala besar ya wajar pemerintah menerapkan PSBB," kata Saiful kepada detikcom, Rabu (22/4/2020).
"Tapi tolong dipertimbangkan kepentingan rakyat kecil terutama UKM. Jadi pembatasan boleh tapi yang tidak mengehentikan roda perekonomian rakyat kecil. Ya, rakyat kecil yang harian sampai berhenti bisa dibayangkan gimana. UKM jangan dilihat juragannya. Tapi pekerjanya juga," tambahnya.
Permintaan Saiful bukan tanpa alasan, sebab sejak bulan Februari, hampir para pelaku usaha UKM sudah merasakan dampaknya. Akibatnya omzet mereka turun sampai 75 persen, bahkan sudah ada yang tidak berproduksi lagi.
"Kami mulai merasakan (dampak COVID-19) di awal-awal Februari. Itu sudah mulai kerasa. Untuk omzet yang masih aman-aman saja ya (turunnya) 50 persen. Tapi mohon maaf ini bahkan ada yang sampai 75 persen seperti saya. Bahkan sampai berhenti sama sekali sejak ada COVID-19," tutur Saiful.
Adapun dampak sejak Februari itu, terang Saiful, order dan pengiriman sudah mulai berhenti. Sebab sejumlah negara-negara pengekspor produk UKM sudah memberlakukan lockdown akibat COVID-19.
"Customer besar kami sudah lockdown. Jadi mereka menghentikan order, pengiriman, pembayaran. Wis nggak bisa ngomong apa-apa," tutur pria yang mempunyai UKM kerajinan kulit seperti tas, dompet dan ikat pinggang itu.
"Kebetulan aksesnya kami banyak. ada juga di luar Indonesia juga. Ya seperti paling besar itu ekspor di Perancis dan negara-negara lain seperti Swiss, Malaysia dan Singapura sebagian-sebagain," tambah Saiful.
Dikatakan Saiful, karena sepinya order, saat ini sejumlah UKM beralih ke penjualan online, namun menurut Saiful penjualan tersebut tidak signifikan dibandingkan secara offline. Kondisi itu hampir dirasakan oleh sebagian besar para pelaku UKM.
"Biasanya kami menempuh jualan secara online bagi yang punya kemampuan. Kalau nggak bisa kemampuan (online) itu ya sudah pasrah. Di kami sendiri sudah menjual secara online tapi tidak signifikan berbeda dengan offline. Memang ada yang membeli tapi tidak signifikan dibandingkan dengan offline waktu normal," jelasnya.
"Untuk UKM yang lain perkembangannya juga tidak jauh berbeda dengan kami. Karena apa? Walaupun kami tidak melihat secara langsung tapi kalau mendengar keluhan-keluhannya hampir sama keluhannya dengan kami," tandasnya.
Saiful sendiri mengaku saat ini sudah tidak memproduksi barang-barang kerajinan selama ini yang dikerjakan. Namun kini dirinya dan sejumlah UKM lainnya telah beralih memproduksi masker. Hal itu dilakukan karena memang permintaan masker sangat tinggi dan dibaca sebagai peluang.
"Yang dari luar negeri sudah berhenti total. Sekarang kami beralih produksi masker. Kalau UKM itu kan mana yang laku. Musiman mana yang bisa menghasilka uang yang penting dapur tetap mengepul," ujarnya.
"Kelihatannya juga ada koordinasi juga setiap UKM untuk bisa memproduksi itu. Karena negara kita masih membutuhkan masker daripada impor ya dimanfaatkan saja UKM ini. Rumah-rumahan saja yang bukan label UKM juga produksi," tandasnya.
Senada dengan Saiful, pelaku UKM lainnya Putu Sulistiani mengaku omzet produksi kain batiknya juga turun drastis sampai 75 persen. Dan kondisi itu sudah dirasakan sejak 2 bulan terakhir.
"Tentu sangat berpengaruh yang berimbas penurunan omzet sampai 75 persen. Dan itu sudah kami rasakan sejak 2 bulan terakhir sejak ada info-info soal Corona yang masuk," ujar Putu.
Berbeda dengan UKM lainnya yang beralih produksi, Putu mengaku tetap memproduksi kain batik. Meski begitu produksinya dibatasi karena sepinya pemesanan.
"Kalau total sih nggak. Masih ada pesan cuma sangat terbatas. Dan sampai saat ini kami masih terus memproduksi batik meski kami kurangi produksinya. Kalau beralih produksi lain kami gak ada kemampuan soal itu," tuturnya.
"Iya, kami juga sekarang melakukan penjualan online. Padahal selama ini kami melakukan penjualan secara offline. Apalagi sebentar lagi akan diterapkan PSBB," imbuh Putu.