Satu juta orang yang bekerja di bidang transportasi di Jawa Barat turut terdampak pandemi COVID-19. Sepinya penumpang dan mahalnya biaya operasi membuat industri di sektor ini berada di ujung tanduk.
Dosen ITB sekaligus pemerhati transportasi publik Aldo Fantinus Wiyana mengatakan, dampak dari wabah ini tak hanya berdampak terhadap kepada angkutan kota (angkot), hampir semua moda transportasi darat seperti bus, taksi, elf dan shuttle ikut terimbas.
Dari catatan Organda Jabar, saat ini ada sekitar 200 ribu unit kendaraan umum di Jawa Barat mulai dari taksi hingga elf. Para pekerja di bidang transportasi ini dirinci seperti sopir, kondektur, kernet, hingga turunan-turuannya seperti penjual tiket, penjual makanan di terminal, mekanik hingga tambal ban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua yang ada di darat ini hampir tidak ada kegiatan, kalau jalan pun tingkat okupansinya kecil sekali hingga sebenarnya jalan atau enggak jalan, sama, kalau saya hitung ada sekitar satu juta orang yang terdampak," kata Aldo saat dihubungi detikcom, Rabu (22/4/2020).
Aldo mengatakan, saat ini hampir 90 persen pekerja di bidang transportasi tidak bekerja. Sebagian pengusaha angkutan membatasi operasional mereka, lantaran tingkat okupansi yang menurun tajam.
"Ya memang enggak mungkin kalau jalan juga, jumlah penumpang drop hingga 90-95 persen, kalau dia jalan tidak mungkin bisa berkompetisi dengan teman-temannya. Jadi diam di rumah, kejadian ini sudah terasa sejak satu bulan yang lalu, makin hari, makin berbahaya karena kan kalau awal belum terlalu kaget, sekarang beberapa minggu cadangan (kebutuhan) mulai habis di rumahnya," katanya.
Ia melihat yang paling kentara mulai membatasi operasional adalah angkutan umum yang melintas di wilayah zona merah atau PSBB. Memaksa menarik penumpang di tengah kondisi seperti ini, malah berbuntut kerugian.
"Bahan bakarnya mahal, meski minyak dunia turun, harga BBM kita masih tinggi karena banyak peraturan dan overhead Pertamina juga dialihkan ke situ," katanya.
"Sekarang mungkin yang masih jalan hanya 10 persen, kalau diibaratkan di satu jalu ada 40 kendaraan umum, sekarang mungkin hanya empat," imbuhnya.
Larangan Mudik Beri Dampak Ekonomi, Ini Solusi Menkeu:
Naikkan Tarif Bukan Solusi
Ia menambahkan keadaan terjepit seperti ini bisa diatasi dengan menaikkan tarif angkutan umum. Biasanya pengusaha bus menghitung biaya operasional dengan jumlah penumpang. Semakin kecil jumlah penumpang, semakin besar tarifnya.
"Tapi tidak bisa serta merta juga, usaha itu kan ada namanya kompetisi, mau sama-sama dinaikkan atau diam, kalau diam ya minus semua, sekarang peran pemerintah yang punya kebijakan untuk membantu kebijakannya apa, kendaraan ini bisa jalan dan berapa dan harganya sudah ditentukan," katanya.
Ia berharap pemerintah, khususnya pemerintah Jawa Barat tidak pilih kasih dan turut melibatkan pekerja di bidang transportasi umum untuk menyalurkan bantuan sosial.
"Kita mengharapkan pemerintah satu suara dan akan memberikan bantuan kepada mereka seperti apa, kita enggak mengharapkan bantuan muluk-muluk dan bisa hidup, tapi juga harus dipikirkan bagaimana pemulihan dan ini komunikasinya harus baik. Kalau ada bantuan harus jelas siapa yang memberi, menerima dan cara mengambilnya," katanya.