Hingga kini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak melarang mudik karena tradisi. Menyelisik tradisi mudik, ternyata kegiatan pulang kampung ini dapat ditelusuri hingga ke era Batavia, pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.
Sejarawan lulusan Universitas Indonesia (UI), JJ Rizal, mengidentifikasi tradisi mudik dengan aktivitas di Batavia yang sudah membutuhkan banyak tenaga kerja sejak dua abab silam.
"Terutama kata mudik ini identik dengan Batavia, ibu kota kolonial yang kemudian diwarisi Jakarta sebagai ibu kota nasional serta menjadi pusat urbanisasi," kata Rizal kepada detikcom, Kamis (16/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Udik berarti kembali ke titik awal mula aliran sungai, alias di hulu, letaknya di desa yang jauh dari hilir di Batavia. Istilah 'mudik' kemudian berkembang menjadi bermakna 'pulang kampung' bagi kaum buruh/pekerja, karena kaum buruh di Batavia memang banyak yang bukan penduduk asli melainkan dari luar daerah.
"Mudik adalah tradisi kota, timbul bersama munculnya kota-kota di Indonesia. Berita yang ada kebanyakan ketika muncul kota-kota masa kolonial di Indonesia dan gejala urbanisasi pada Abad 19 (1801-1900). Ada jarak kota dengan desa yang sering disebut udik. Jadilah kembali ke desa disebut mudik," tutur Rizal.
![]() |
Memang aktivitas mudik dari Jakarta ke desa-desa di luar Jakarta sudah ada sejak era kolonial. Namun demikian, gencarnya aktivitas mudik sebenarnya baru dimulai di era Orde Baru. Saat periode Gubernur Jakarta Ali Sadikin (1966-1977), mudik berkembang menjadi tradisi besar.
"Karena menyangkut perpindahan orang dari desa ke kota yang semakin besar dan berimplikasi luas bagi banyak hal, mulai dari transportasi sampai kriminalitas. Ini terutama setelah masa Ali Sadikin, ketika posisi warga asli, yakni Betawi, bukan lagi nomer satu, digantikan urban Jawa, Sunda, dan lain lain," tutur Rizal.
Semakin gencar dan sukses proyek pembangunan di Jakarta, semakin banyak buruh-buruh dari pelosok desa datang ke Jakarta. Banyaknya jumlah pendatang ke Jakarta berbanding lurus dengan kehebohan mudik tiap lebaran.
![]() |
Mudik dilakukan tiap tahun di momen Idul Fitri. Peneliti senior The Wahid Institute, Rumadi Ahmad, dalam tulisannya di kolom detikcom menjelaskan, dalam Idul Fitri juga ada tradisi halalbihalal, yang merupakan tradisi khas Islam Nusantara. Meski menggunakan struktur bahasa Arab, kata ini tidak dikenal di dunia Arab. Kata 'halalbihalal' merupakan kreativitas muslim Nusantara. Meski tradisi saling memaafkan merupakan ajaran Islam, pengemasan dalam aktivitas yang disebut halalbihalal merupakan karya khas muslim Nusantara.
Kini, 2020, tradisi mudik sudah mengakar. Bahkan ketika wabah virus Corona mengancam jiwa, orang-orang tetap mudik. Menurut Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono dari data Kementerian Perhubungan sejauh ini sudah ada 900 ribu orang yang melakukan mudik duluan dari Jabodetabek. Apabila mudik tidak dilarang, ratusan ribu pemudik ini rawan menyebarkan virus Corona ke daerahnya.
Presiden Jokowi, sebelumnya, menyatakan tidak melarang dua jenis mudik. Pertama, mudik karena ekonomi. Barulah selanjutnya adalah mudik karena tradisi.
"Kelompok kedua adalah warga yang mudik karena tradisi yang sudah puluhan tahun kita miliki di negara kita Indonesia," tutur Jokowi lewat siaran Sekretariat Kepresidenan, Kamis (9/4).
Sosiolog, matematikus, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai mudik bisa berbahaya bila tidak diantisipasi. Bahkan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin pernah meminta MUI memfatwa haram mudik di masa wabah SARS-CoV-2 ini. Aktivitas pulang kampung itu berpotensi besar menyebarkan virus Corona ke desa-desa. Sampai kapan Jokowi menjaga tradisi mudik di era pandemi ini?