Pakar UGM: Mudik Tetap Terjadi karena Warga Tak Percaya Program Subsidi

Pakar UGM: Mudik Tetap Terjadi karena Warga Tak Percaya Program Subsidi

Pasti Liberti Mappapa - detikNews
Rabu, 08 Apr 2020 14:26 WIB
Sebagian warga Jakarta mulai mudik untuk berlebaran di kampung halaman. Tak terkecuali para pemudik motor ini yang melintasi Jalan Kalimalang untuk mudik.
Ilustrasi mudik mengendarai sepeda motor. (Rengga Sancaya/detikcom)
Jakarta -

Arus mudik menjelang Idul Fitri dari kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya, yang merupakan episentrum penyakit COVID-19, dikhawatirkan akan membuat penyebaran virus Corona makin meluas dan sulit terkendali. Karena itu, pemerintah harus mencari cara agar mobilitas tersebut bisa dibatasi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri memutuskan tidak melarang mudik. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini hanya memberi imbauan agar masyarakat tidak kembali kembali ke kampung halaman.

Sejumlah kepala daerah di Pulau Jawa berusaha mencari jalan menekan laju mudik masuk ke wilayahnya. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengeluarkan maklumat agar warganya mengingatkan keluarga yang merantau supaya tak pulang sampai wabah virus Corona mereda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pakar kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Wawan Mas'udi, menyampaikan fenomena mudik ini tiap tahun memang selalu jadi pembahasan, baik dari segi sosial maupun politik.

"Dulu tiap tahun selalu jadi isu karena ketidakmampuan negara atau pemerintah untuk menyediakan infrastruktur yang cukup sehingga pemudik terlunta-lunta dan mendapat persoalan di tengah jalan," ujar pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM itu.

ADVERTISEMENT

Pemerintah: Jangan Mudik, Agar Tak Tambah Risiko Penularan Corona:

Kondisi saat ini pun tak berubah. Hanya, menurut Wawan, kini situasinya lebih rumit daripada sebelumnya karena adanya pandemi COVID-19. Tanpa pengelolaan yang baik tradisi mudik ini akan berubah jadi sebuah peristiwa sosial mengenaskan.

"Mudik justru jadi sarana mentransmisikan wabah secara sangat luas ke berbagai tempat di Tanah Air terutama di Pulau Jawa," ujar Wawan dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM.

Tanpa ada aturan yang tegas, menurut Wawan, gelombang mudik akan sulit dicegah. Mengapa demikian? Wawan menyebut kondisi sosial masyarakat Indonesia punya karakter komunitarian. Konsekuensinya secara kultural hubungan antargenerasi masih sangat kokoh.

"Yang tua didatangi yang muda, cucu mendatangi kakek. Jadi mudik itu ibarat pulang kembali ke rumah. Maka itu bagi sebagian besar orang, tidak masuk akal jika mudik ini dilarang," ujar Wawan.

Selain soal kultur itu, menurut Wawan, ada aspek struktural. Mudik yang saat ini sedang terjadi karena faktor persoalan ekonomi di kawasan perkotaan. Karena mayoritas pendatang di ibu kota lebih banyak bekerja di sektor informal. "Dampak langsung COVID-19 secara ekonomi dialami kelompok ini," katanya.

Dalam situasi laju perekonomian di perkotaan yang mengalami kemandekan, kembali ke desa menjadi pilihan yang paling realistis bagi kelompok ini. "Kalau tinggal di kota mereka akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Di desa sejauh masih punya kebun, sawah mereka masih bisa makan," ujar Wawan.

Pemerintah memang menggelontorkan beragam bantuan sosial bagi masyarakat untuk menghadapi masa sulit akibat pandemi. Seperti misalnya Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, dan penggratisan tarif listrik. Namun, menurut Wawan, mereka yang memilih mudik meragukan program tersebut dapat diterima.

"Belum ada kepercayaan penuh masyarakat untuk tetap tinggal di Jakarta dengan jaminan mendapatkan bantuan dan subsidi dari pemerintah," ujar doktor lulusan Victoria University, Melbourne, Australia, itu.

Karena itu, jika memang berniat menekan arus mudik ke daerah, menurut Wawan, pemerintah punya tanggung jawab besar untuk meyakinkan bahwa subsidi bagi kelompok masyarakat yang berniat pulang kampung karena tekanan kesulitan ekonomi benar-benar tersedia dan tepat sasaran.

"Mereka ini akan kerepotan tanpa ada jaminan sehingga mereka ini butuh kepastian tetap tinggal di kota tidak akan membuat kehidupan mereka lebih sulit," ujar Wawan, yang juga ahli kesejahteraan sosial.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads