Seebelumnya, WHO memberikan peringatan melalui akun Twitternya di @WHOIndonesia untuk berhenti menyemprotkan disinfektan langsung ke tubuh atau badan seseorang. Hal ini dinilai bisa membahayakan jika terkena pakaian atau selaput lendir, seperti mata dan mulut.
Selain itu, alkohol atau klorin juga tidak bisa membunuh virus yang sudah masuk ke dalam tubuh. WHO pun hanya merekomendasikan penggunaan alkohol dan klorin sebagai disinfektan hanya pada permukaan benda dan harus digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di Jawa Timur dr Joni Wahyuadi mengakui memang ada sejumlah pendapat yang berbeda. Joni berpendapat disinfektan boleh saja tetap digunakan, namun jangan sampai mengenai sejumlah bagian tubuh.
"Isinya macam-macam ada yang isinya alkohol 70% ditambah yang lain ada yang isinya klorin yang dosisnya rendah. Tapi yang jelas prinsipnya jangan sampai disinfektan yang disemprotkan itu mengenai mata kita, jadi jaga mata kita. Kemudian juga mengenai mukosa-mukosa yang lain ya misalkan hidung mulut dan lain-lain," papar Joni di Surabaya, Jumat (3/4/2020).
Joni menyebut disinfektan yang disemprotkan di sejumlah bilik sterilisasi berfungsi menghilangkan virus yang menempel di pakaian atau kendaraan masyarakat.
"Tujuannya sebetulnya itu untuk mengurangi koloni, kalau toh kita ada mungkin dari mana-mana ada nempel virus, kita nggak tahu, virus itu kan seperti hantu. Kita ndak tahu nempel di badan kita, di pakaian kita, menempel di kendaraan," ungkap Joni.
Pria yang menjabat Direktur RSU dr Soetomo Surabaya ini menambahkan pada dasarnya virus yang menempel di benda mati memang lebih cepat mati. Namun, penyemprotan ini cukup efektif untuk menghilangkan virus sebelum benda mati tersebut dipegang oleh orang lain.
"Kita walaupun secara teori virus itu nempel tidak terlalu lama, dia akan mati. Tapi siapa tahu kendaraan kita waktu jalan dipegang orang-orang itu ada corona virusnya bisa nempel di situ sekitar 4 jam, paling tidak dengan disemprot mengurangi memang," papar Joni.
Sementara Joni menambahkan ada sejumlah pihak yang tengah mengkaji penggunaan sejumlah bilik sterilisasi ini. Joni menyebut pihaknya masih menunggu hasil dari kajian ini.
"Jika dalam kajiannya itu fix bahwa itu tidak diperkenankan, ya tentunya kita akan mempertimbangkan. Ini sedang dikaji dengan Kementerian Kesehatan," imbuh Joni.
Namun, Joni juga tak dapat menampik di sejumlah negara penggunaan bilik sterilisasi dengan penyemprotan disinfektan ini juga cukup efektif.
"Namun, ada di sebuah negara yang memakai metode itu ternyata penambahannya (Kasus corona) ndak terlalu tinggi malah flat. Nah itulah yang menyebabkan Indonesia bisa dipasang disinfektan itu ya," pungkas Joni.
Polri Tangani 70 Kasus Hoax Selama Wabah Corona, Terbanyak di Jatim:
(hil/fat)