Dua terdakwa kasus ambruknya SDN Gentong, Pasuruan, menolak didampingi penasehat hukum. Mereka memilih menjalani seluruh rangkaian sidang sendiri.
Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan kasus yang membuat geger dunia pendidikan ini digelar di Ruang Sidang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Pasuruan, Senin (27/1/2020).
Kedua terdakwa, Dedy Maryanto (39) warga Kelurahan Purutrejo, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan dan Sutaji Efendi (56) warga Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, hadir tanpa didampingi penasehat hukum.
Meski tanpa kehadiran penasehat hukum, sidang tetap dilaksanakan. Sidang pembacaan dakwaan berlangsung lancar. Kedua terdakwa tampak mendengarkan dengan seksama isi surat dakwaan yang dibacakan JPU.
"Pada intinya terkait didampingi atau tidak penasehat hukum itu hak terdakwa. Tadi mereka juga menolak, tidak mau didampingi penasehat hukum," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hafidi.
Simak Video "Tertimpa Bangunan Sekolah Ambruk, Bocah SD di Polman Tewas"
Menurut Hafidi, kedua terdakwa memilih tak didampingi penasehat hukum selama rangkaian sidang hingga vonis.
"Alasannya mereka memilih melalui persidangan sendiri. Tadi sudah ditawarkan tapi menolak. Sampai sidang vonis," jelas Hafidi.
Sementara dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU, kejadian ambruknya SDN Gentong berawal dari konstruksi bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditentukan.
Pelaksanaannya dilakukan pada 5 November 2012 sampai dengan 28 Desember 2012. Kemudian pada tanggal 5 November 2019 sekolah itu roboh dan ada korban yang meninggal dunia guru dan murid dan sejumlah siswa luka-luka.
Kedua terdakwa disangka melanggar pasal 359 dan 360 (2) KUHP. "Jadi dakwaannya bersifat kumulatif. Pasal 359 maksimal hukumannya 5 tahun. Kemudian pasal 360 ayat 2 maksimal hukumannya 9 bulan penjara. Kedua terdakwa juga menerima surat dakwaan," pungkas Hafidi.