Menurut Agus Riewanto, otonomi daerah dijamin oleh konstitusi dalam Pasal 18 UUD 1945. Pemerintah daerah memiliki kewenangan mengatur daerahnya sendiri.
"Kalau ada mekanisme bahwa pemerintah pusat bisa memecat gubernur atau bupati dan wali kota, itu berlebihan. Pemecatan kepala daerah ada mekanismenya sendiri," ujar dosen Fakultas Hukum UNS itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini kepala daerah hanya bisa dipecat jika melanggar sumpah jabatan, meninggal, atau mengundurkan diri. Agus mengatakan tidak ada klausul pemecatan yang terkait program strategis nasional.
"Sebenarnya boleh saja disanksi, tapi bukan pemecatan. Bisa dalam bentuk administrasi lain, misal pengurangan dana alokasi umum atau investasi tertentu tidak bisa masuk ke daerah tersebut," katanya.
Seperti diberitakan, program omnibus law salah satunya menelurkan RUU Cipta Lapangan Kerja. Dalam RUU ini, diatur berbagai hal, salah satunya kepatuhan kepala daerah kepada presiden.
Bila tidak melaksanakan program strategis nasional, kepala daerah bisa dikenai sanksi secara bertingkat. Dari yang paling ringan, yaitu sanksi administrasi, nonjob dalam waktu tertentu, hingga sanksi pemecatan.
Pemecatan bupati/wali kota dilakukan oleh gubernur, sedangkan gubernur dipecat oleh Menteri Dalam Negeri.
Simak Video "Buruh Tolak Omnibus Law, Moeldoko: Mereka Belum Diajak Bicara Substansi"
(bai/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini