Bandung - Draf RUU Cipta Lapangan Kerja yang disusun melalui
omnibus law turut menyeret larangan Perda Syariah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat meminta pemerintah tak salah kaprah soal kata 'syariah'.
"Ya, itu bagi mereka yang belum paham apa itu perda syariah. Apa dulu syariah-lah," ucap Sekretaris Umum MUI Jabar Rafani Achyar kepada
detikcom, Selasa (21/1/2020).
Larangan perda syariah itu muncul dari draf RUU Cipta Lapangan Kerja. Salah satu isinya mengatur hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda). RUU ini kemudian menegaskan pemda berhak membuat peraturan sendiri, yaitu peraturan daerah (perda). Namun RUU ini melarang perda itu bermotif syariah. Perda syariah selama ini dinilai dibentuk merujuk atas dasar agama tertentu, sehingga mendiskriminasi penganut keyakinan lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rafani menilai alasan tersebut lebih kepada adanya faktor islamfobia di tengah-tengah masyarakat.
"Jadi ini ada fenomena islamfobia pada akhirnya. Mendengar syariah kok takut, khawatir. Tanya dululah sama ulama apa itu syariah," kata dia.
Simak Juga Video "Buruh Tolak Omnibus Law, Moeldoko: Mereka Belum Diajak Bicara Substansi"
[Gambas:Video 20detik]
Menurut Rafani, syariah berarti melindungi. Bahkan perlindungan itu bukan hanya bagi umat Islam, tapi juga bagi nonmuslim.
"Syariah itu melindungi seluruh umat, bukan hanya umat Islam. Islam ini
rahmatan lil alamin, sehingga menjadi rahmat, untuk semua alam, manusia. Maka syariatnya pun, ajarannya pun untuk melindungi seluruh umat manusia, bukan hanya muslim sebetulnya," tuturnya.
Rafani mencontohkan ada beberapa daerah yang membuat peraturan mengacu pada hukum Islam. Hal ini justru semata-mata guna melindungi masyarakat.
"Ada juga model di Cianjur perda tentang soal berpakaian, harus sopan, harus sesuai dengan terkait agama disebut perda syariah. Kalau berpakaian memang agama mengatur, kan. Di Tangerang ada perda mengatur supaya wanita jangan keluyuran malam. Itu kan demi keamanan," ucap Rafani.
RUU Cipta Lapangan Kerja yang disusun lewat program
omnibus law diajukan ke DPR. Sejumlah organisasi kemasyarakatan menolak RUU tersebut.
Salah satunya perda syariah. Perda syariah selama ini dinilai dibentuk atas dasar agama tertentu, sehingga mendiskriminasi penganut keyakinan lain.
"Perda dan perkada (peraturan kepala daerah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan," demikian bunyi Pasal 522 ayat 1 RUU Cipta Lapangan Kerja yang dikutip
detikcom, Selasa (21/1/2020).
Bertentangan dengan kepentingan umum meliputi:
1. terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
2. terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
3. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
4. terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau
5. diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender.
Selain itu, perda dan perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, kebijakan pemerintah pusat dan/atau kesusilaan.
Kebijakan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berkaitan dengan:
1. pelaksanaan program pembangunan;
2. perizinan dan kemudahan berusaha;
3. pelayanan; dan/atau
4. pembebanan biaya atas pelayanan.
Kebijakan pemerintah pusat adalah kebijakan presiden yang diputuskan dalam sidang kabinet atau rapat terbatas atau pelaksanaan dari instruksi presiden. Bila perda itu masih bertentangan dengan rambu-rambu di atas, bisa dicabut oleh pemerintah pusat.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini