Tuntutan untuk Pelajar yang Bunuh Begal Tergantung Fakta Persidangan

Tuntutan untuk Pelajar yang Bunuh Begal Tergantung Fakta Persidangan

Muhammad Aminudin - detikNews
Senin, 20 Jan 2020 14:24 WIB
Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang Sobrani Binzar (kiri)/Foto: Muhammad Aminudin
Malang - Fakta persidangan akan menjadi acuan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menuntut pelajar yang membunuh begal. Hari ini, agenda sidang yakni memeriksa saksi dari JPU dan saksi yang meringankan dari tim kuasa hukum pelajar berinisial ZL (17).

Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang Sobrani Binzar mengatakan, penuntutan akan melihat fakta-fakta yang muncul selama proses persidangan. Bukan mengacu kepada surat dakwaan.

"Untuk penuntutan, tentunya kami akan mengacu kepada fakta-fakta persidangan. Bukan kepada surat dakwaan. Dan hari ini, agenda persidangan adalah pemeriksaan saksi dan kami memanggil lima orang saksi. Di antaranya pacar anak ZL, polisi, teman korban (begal) yang meninggal dunia, dan satu orang lagi dari saksi ahli," ujar Sobrani kepada wartawan di kantornya, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kepanjen, Kabupaten Malang, Senin (20/1/2020).


Sobrani membenarkan, dalam surat dakwaan tercantum pasal berlapis. Yaitu Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338, Pasal 351 Ayat 3 dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang membawa senjata tajam.

"Tetapi yang perlu dipahami bersama bukan berarti kami (jaksa) akan melakukan pembuktian secara komulatif dengan menuntut semua pasal tersebut. Jadi alternatif sifatnya, kalau 340 KUHP tidak terbukti, maka akan membuktikan 338-nya, kalau tidak terbukti maka ke 351-nya. Sehingga yang kemarin beredar di berita itu didakwa seumur hidup itu tidak mungkin dan tidak ada sebenarnya," jelasnya.

Menurutnya, peradilan yang berjalan saat ini mengacu pada sistem peradilan anak, sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Ancaman hukuman yang nantinya diberlakukan juga setengah dari orang dewasa.


Tonton juga Dor! Polisi Tembak Mati Buron Kasus Begal di Makassar :



"Karena masih tergolong anak dan sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, ancaman hukuman harus setengah dari orang dewasa. Misalnya, Pasal 338 KUHP akan jadi 7,5 tahun," tegas Sobrani.

Dia menambahkan, ancaman hukuman penjara merupakan upaya terakhir di dalam penanganan perkara anak. Sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, ada beragam macam peringatan atau pidana dengan syarat.

"Untuk perkara melibatkan anak, ancaman hukuman penjara merupakan upaya terakhir. Tetapi, dalam peradilannya ada bermacam-macam peringatan. Seperti pidana dengan syarat, pidana pelatihan kerja, pidana pembinaan, dan baru pilihan terakhir adalah pidana penjara. Jadi tidak serta merta diancam hukuman harus dipenjara," imbuhnya.


Ditanya bagaimana tuntutan jaksa terhadap ZL? Sobrani menuturkan, akan merangkum dari fakta-fakta persidangan nanti.

"Setelah semuanya dirangkum jadi satu, kami akan berembug hukuman apa yang pantas diberikan terhadap anak ini. Saya pastikan tidak ada dakwaan seumur hidup apalagi hukuman mati. Dan keputusan nantinya ada di majelis hakim," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.