Ahli Kubu Nurhadi Sebut Tugas KPK Tak Sah Bila Pegawai Bukan ASN

Praperadilan Eks Sekretaris MA Nurhadi

Ahli Kubu Nurhadi Sebut Tugas KPK Tak Sah Bila Pegawai Bukan ASN

Zunita Putri - detikNews
Rabu, 15 Jan 2020 17:56 WIB
Ahli yang dihadirkan kubu eks Sekretaris MA Nurhadi menjelaskan perihal alih status pegawai KPK sebagai ASN (Foto: Zunita Amalia Putri/detikcom)
Jakarta - Status pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi persoalan dalam gugatan praperadilan yang diajukan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Status itu merupakan amanah dari aturan baru KPK hasil revisi yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

Praperadilan ini diajukan Nurhadi bersama dengan 2 orang lainnya yaitu Rezky Herbiyono (menantu Nurhadi) dan Hiendra Soenjoto (Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal/MIT). Ketiganya berstatus tersangka di KPK dengan sangkaan Nurhadi dan Rezky menerima suap dari Hiendra.

Kembali pada persidangan praperadilan yang dipimpin hakim tunggal Ahmad Jaini tersebut. Kubu Nurhadi cs mengajukan Ridwan yang merupakan seorang dosen dari Universitas Islam Indonesia (UII) yang mengajar di Fakultas Hukum untuk subjek hukum administrasi negara hingga hukum kepegawaian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Maqdir Ismail sebagai kuasa hukum dari Nurhadi cs lantas menanyakan tentang persoalan status pegawai KPK tersebut. Maqdir ingin tahu mengenai korelasi status itu dengan keabsahan penyelidikan perkara di KPK.

"Pasal 24 berkaitan penyelidik atau penyidik, KPK wajib status anggota ASN. Seandainya ada seorang penyidik-penyelidik di KPK yang belum berstatus ASN, kualifikasinya gimana?" tanya Maqdir pada Ridwan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).

Isi dari Pasal 24 UU KPK adalah sebagai berikut

Pasal 24
(1) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c merupakan warga negara Indonesia yang karena keahliannya diangkat sebagai pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
(2) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan anggota korps profesi pegawai aparatur sipil negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Dalam hemat Ridwan, pegawai KPK sudah seharusnya berstatus ASN sesegera setelah UU tersebut berlaku. UU KPK baru diketahui berlaku sejak 17 Oktober 2019.

"Jadi kalau merujuk pada UU ini yang sudah resmi tanggal 17 Oktober maka ini syarat eksplisit dalam UU dan tentu itu mengikat," ucap Ridwan.

"Maka ketika kewajiban tidak terpenuhi sedang dengan sendirinya syarat hilang sehingga dari sini penggunaan norma orang nggak punya syarat pelaksanaan pekerjaannya cacat. Karena syarat yang tidak formal kalau ada syarat yang nggak terpenuhi yaitu ini cacat secara formal," imbuhnya.

Sebelum UU baru itu berlaku diketahui tidak semua pegawai KPK berstatus ASN. Untuk itu Ridwan menyarankan seharusnya ada peralihan transisi yang jelas agar amanat UU itu agar pegawai berstatus ASN tidak mengganggu kinerja KPK.

"Misalnya ada pegawai tetap, ada pegawai tak tetap ini berarti asumsinya ada beberapa pegawai nggak ASN. Nah mestinya diberikan semacam peralihan sementara transisi itu mestinya diberi solusi yang dihentikan KPK tidak berhenti. Kalau tidak, ini kan peluang ada tindakan tidak memenuhi syarat," kata Ridwan.




KPK sendiri sudah menepis mengenai persoalan ini. Bagi KPK, ada klausul mengenai masa transisi peralihan status kepegawaian yang juga telah dibicarakan dengan pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), yang nantinya untuk urusan itu diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres). Namun bagi KPK hal itu tidak menggugurkan kewenangan pegawai KPK terutama penyelidik-penyidik untuk tetap bekerja meskipun belum berstatus ASN.

"Berdasarkan hal tersebut, maka ketentuan perundang-undangan memberikan jangka waktu terkait peralihan status penyidik termohon (KPK) menjadi aparatur sipil negara dalam waktu paling lama 2 tahun sejak UU Nomor 19/2019 berlaku," ujar salah seorang anggota Biro Hukum KPK Togi Robson Sirait saat membacakan jawaban atas praperadilan tersebut dalam persidangan pada Selasa (13/1) kemarin.


Selain itu Ridwan turut memberikan pendapatnya mengenai 'penyerahan mandat' tiga Pimpinan KPK periode 2015-2019. Bahkan, salah satu pimpinan KPK saat itu, Saut Situmorang, sempat menyatakan untuk mundur dari jabatannya. Kubu kuasa hukum Nurhadi cs mempersoalkan itu lantaran para pimpinan KPK itu masih meneken surat perintah penyidikan untuk kliennya.

Menurut Ridwan, pejabat negara yang menyatakan mundur sudah otomatis kehilangan jabatannya tanpa adanya keputusan dari presiden atau tidak. Namun saat ditanya hakim Ahmad, jawaban Ridwan sedikit berbeda.

"Kalau ukuran hukum itu semuanya sama. Meninggal dunia, dipenjara atau mengundurkan diri semuanya sama. Yaitu yang bersangkutan tidak lagi dapat dikualifikasi sebagai pejabat fungsionaris, dengan kata lain dia tidak lagi menjabat. Hanya istilah berbeda-beda karena kondisi faktual di lapangan," ujar Ridwan.

"Seorang pejabat artinya yang menerima gaji dari negara, mengundurkan diri itu perlu syarat tertulis atau hanya lisan?" tanya hakim Ahmad setelahnya.

"Mestinya tertulis, karena untuk dokumen data bahwa dia berhenti. Itu jelas," jawab Ridwan.

Lantas Maqdir bertanya lagi pada Ridwan. Maqdir ingin tahu apakah surat tertulis yang dimaksud Ridwan itu perlu disampaikan resmi atau cukup disebarluaskan ke publik untuk menjadikan pejabat tersebut dianggap tidak lagi menjabat. Apa jawaban Ridwan?

"Dalam UU... Itu sudah sebagai data yang diakui, karena itu jejak digital bisa dicari," kata Ridwan.


Simak Video "KPK Jelaskan Status ASN yang Disinggung Nurhadi Cs di Praperadilan"

[Gambas:Video 20detik]

Halaman 2 dari 3
(zap/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads