Status ASN Pegawai KPK Disinggung di Praperadilan Eks Sekretaris MA

Status ASN Pegawai KPK Disinggung di Praperadilan Eks Sekretaris MA

Zunita Putri - detikNews
Senin, 13 Jan 2020 16:01 WIB
Mantan Sekretaris MA Nurhadi (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Poin di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang merupakan UU KPK baru hasil revisi disorot dalam gugatan praperadilan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Poin yang disorot itu berkaitan dengan status pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Persidangan praperadilan itu berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Nurhadi mengajukan gugatan itu bersama dengan Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto. Rezky merupakan menantu Nurhadi yang diduga turut membantunya mendapatkan suap. Sedangkan Hiendra adalah Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) yang diduga memberikan suap ke Nurhadi.

"Perubahan yang diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 di antaranya adalah status pegawai Termohon (KPK), termasuk di antaranya adalah penyelidik dan penyidik, yakni pada masa berlakunya UU Nomor 30 Tahun 2002 tidak diatur bahwa penyelidik dan penyidik Termohon harus berstatus sebagai aparatur sipil negara atau ASN. Namun pada masa berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2019 hal itu mengalami perubahan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa pegawai KPK menjadi harus berstatus sebagai anggota ASN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," ucap kuasa hukum Nurhadi cs, Maqdir Ismail, saat membacakan permohonan praperadilannya itu dalam persidangan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sedangkan untuk pegawai Termohon in casu penyelidik dan penyidik belum berstatus ASN," imbuhnya.

Untuk itu, Maqdir menilai penyelidikan dan penyidikan terhadap Nurhadi cs itu tidak sah secara hukum. Selain itu, dia menyinggung soal tiga pimpinan KPK periode 2014-2019, yaitu Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang, saat mengembalikan mandat ke Presiden Jokowi.


"Bahwa kenyataan hukum penetapan tersangka terhadap para pemohon adalah tidak berdasarkan atas hukum dan atau cacat hukum dan atau tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan mengikat. Semakin diperparah dengan fakta bahwa pimpinan termohon (tiga dari lima orang), yakni Agus Rahardjo bersama dua wakilnya, Saut Situmorang dan Laode M Syarif, telah mengumumkan pengembalian mandat di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, pada tanggal 13 September 2019," tutur Maqdir.

Selain itu, perihal hubungan antara Nurhadi dan Rezky dengan Hiendra turut disampaikan Maqdir. Hiendra disebut Maqdir mengenal Rezky sejak 2011 untuk urusan bisnis.

"Bahwa Pemohon I (Rezky) dan Pemohon III (Hendra) sudah saling kenal sejak tahun 2011, karena antara keduanya memiliki hubungan kerja sama usaha murni (bukan pengurusan perkara) di mana dalam kurun waktu 2015 sampai dengan 2016 tersebut memang ada penyerahan uang dari Pemohon III kepada Pemohon I, namun uang tersebut adalah terkait pembelian saham PT Herbiyono Energi Industri sebagaimana dituangkan dalam Akta Notaris tanggal 21 Oktober 2015," kata Maqdir.

Untuk perkara pokoknya Nurhadi diduga KPK menerima total Rp 46 miliar dengan rincian Rp 33.100.000.000 dari Hiendra melalui Rezky dan Rp 12,9 miliar sebagai gratifikasi. Untuk gratifikasi, KPK belum membeberkan secara detail, kecuali keterkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK (peninjauan kembali) di MA. (zap/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads