Di Haul Gus Dur, Lukman Hakim: Konservatisme Ekstrem Beragama Berbahaya

Di Haul Gus Dur, Lukman Hakim: Konservatisme Ekstrem Beragama Berbahaya

Rahel Narda Chaterine - detikNews
Sabtu, 28 Des 2019 16:25 WIB
Lukman Hakim menghadiri haul ke-10 Gus Dur. (Rahel Narda/detikcom)
Jakarta - Eks Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menghadiri haul ke-10 Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Lukman kemudian berbicara tentang tiga hal yang harus diperhatikan dalam kehidupan beragama dan berbangsa.

Lukman awalnya berbicara tentang kemanusiaan dan kebudayaan. Menurutnya, kemanusiaan dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda tapi tidak bisa dipisahkan.

"Ketika ajaran nilai-nilai kebajikan agama itu membumi, di situlah diperlukan wadah dalam bentuk budaya itu. Maka dalam konteks Indonesia, sekali lagi, ini dua hal yang meskipun bisa dibedakan tapi tidak bisa dipisahkan," kata Lukman di Masjid Jami Al-Munawarah, Jalan A Munawarah II, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (28/12/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Lukman pun mengatakan ada tiga hal yang harus diperhatikan terkait relevansi agama dan kebudayaan di Indonesia. Pertama adalah fenomena menguatnya konservatisme dan eksklusivitas dalam kehidupan beragama.

"Pertama adalah fenomena gejala semakin menguatnya konservatisme yang eksklusif dan ekstrem dalam kehidupan keagamaan kita yang mengancam kehidupan integrasi bangsa," kata Lukman di lokasi.

Dia menjelaskan konservatisme secara umum merupakan hal yang baik. Menurutnya, konservatisme yang perlu diwaspadai adalah apabila itu membuat kelompok tertentu menjadi ekstrem dan memaksakan kehendaknya.

"Yang perlu kita waspadai adalah yang ultrakonservatif yang lalu eksklusif dan ekstrem, yang kemudian memaksakan kehendak, yang lalu menyalah-nyalahkan pihak yang tidak sama dengan dirinya, bahkan kemudian menggunakan cara-cara kekerasan untuk pemaksaan kehendak dan seterusnya ini," jelas Lukman.


Tonton juga Herannya Hakim soal Eks Menag Lukman Tanya Seleksi Jabatan ke Rommy :




Dia juga menjelaskan tentang faktor kehadiran konservatisme yang eksklusif dan ekstrem ini. Menurutnya, ini dilatarbelakangi oleh gairah keberagamaan tidak diimbangi dengan rasa spiritualitas.

Kemudian, pendidikan agama juga dapat turut menghasilkan konservatisme yang eksklusif dan ekstrem. Menurutnya, pendidikan agama di Indonesia saat ini cenderung menekankan pada hal-hal formal saja.

"Nah, lalu juga karena ini bicara pendidikan tadi, pendidikan agama kita memang cenderung lebih menekankan pada hal-hal yang eksoteris, yang hanya sisi luar. Agama dilihat secara formal, secara institusional, secara kelembagaan, sehingga formal.



Dia menilai pendidikan agama saat ini kurang menekankan pada inti ajaran pokok agama itu sendiri. Menurutnya, itu menjadi faktor yang membuat konservatisme semakin mengemuka.

"Pendidikan agama kurang menekankan pada sisi dalamnya, pada inti ajaran pokok agama itu sendiri. Misalnya keadilan, misal persamaan hak di depan hukum, misal perlindungan terhadap hak asasi manusia, dan seterusnya. Itu yang menyebabkan konservatisme menjadi semakin mengemuka," ujar Lukman.

Hal kedua yang dia tekankan adalah tentang narasi-narasi kemanusiaan di media sosial. Menurut Lukman, di era digital ini, semua pihak harus berpartisipasi dalam menyebarkan narasi kemanusiaan di media-media sosial.

"Yang kedua adalah, karena kita di era digital, kita menjadi umat digital, kita tidak ada pilihan lain. Isi media sosial itu dengan narasi kemanusiaan. Tidak ada pilihan, semua kita harus speak up, semua tidak hanya tokoh agama, tokoh masyarakat, semua kita," tutur Lukman.



Terakhir, Lukman menyampaikan perihal menghidupkan kesusastraan. Menurutnya, kesusastraan harus diberi ruang, baik dari pemerintah maupun masyarakat milenial.

"Nah, yang ketiga adalah hidupkan kesusastraan. Kesusastraan kita ini harus semakin diberi tempat. Maka tentu nanti negara pemerintah semua kita punya tanggung jawab bagaimana agar kehidupan digital kaum milenial itu juga bisa diisi dengan kesusastraan," ujar Lukman.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads