Wamenag Sosialisasikan Ancaman Radikalisme ke Sekolah RI di Mekah

Wamenag Sosialisasikan Ancaman Radikalisme ke Sekolah RI di Mekah

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Sabtu, 28 Des 2019 11:34 WIB
Wamenag Zainut Tauhid (Foto: Ari Saputra)
Jakarta - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi melakukan kunjungan kerja ke Arab Saudi. Pada kesempatan itu, Zainut melakukan sosialisasi program moderasi beragama dan ancaman paham radikal kepada sekolah Indonesia yang ada di Mekah.

Kunjungan Zainut ke tanah suci itu berlangsung pada 24-27 Desember 2019. Zainut didampingi oleh Dubes Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, mengunjungi sejumlah sekolah, seperti Sekolah Indonesia Makkah (SIM), Sekolah Indonesia Jeddah (SIJ) dan Sekolah Indonesia Riyadh (SIR). Kegiatan tersebut mendapat sambutan yang hangat dari para siswa, guru dan tenaga kependidikan.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada pertemuan itu, wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut memaparkan gagasan Islam moderat. Selain itu, dia menjelaskan ancaman pemikiran gerakan radikalisme terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Banyak faktor seseorang atau kelompok masyarakat menjadi radikal. Agama tidak memonopoli menjadi penyebab utama seseorang menjadi radikal. Radikalisme juga bisa bersumber dari masalah ekonomi, politik, dan kesenjangan sosial. Radikalisme sendiri bisa bermakna positif dan negatif tergantung pada konteks ruang dan waktu sebagai latar belakang penggunaan istilah tersebut," ujar Zainut berdasarkan keterangan tertulisnya, Sabtu (28/12/2019).

Wamenag Zainut Tauhid melakukan kunjungan kerja ke Arau SaudiWamenag Zainut Tauhid melakukan kunjungan kerja ke Arau Saudi Foto: Dok. Istimewa





Zainut mengatakan pihak yang menolak konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah bentuk sikap radikal. Keempat konsep bernegara itu, Sebut Zainut adalah keputusan final yang harus dihormati.

"Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, menolak konsep final Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika adalah bentuk sikap radikal. Keempat pilar kebangsaan ini adalah kesepakatan yang dihasilkan oleh para tokoh pendiri bangsa pada saat awal pembentukan negara bangsa Indonesia yang tidak boleh diingkari dan harus menjadi fondasi hidup bersama," ucapnya.



"Karenanya, meskipun paham khilafah diakui oleh kalangan ulama sebagai ajaran Islam dan pernah ada dalam sejarah peradaban umat Islam, namun konsep tersebut tidak dapat diberlakukan di Indonesia. Hal itu karena bangsa Indonesia telah memiliki sebuah kesepakatan menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila," imbuhnya.

Zainut mengatakan negara Pancasila adalah menjamin setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan masing-masing. Dia menambahkan, paham khilafah tertolak dengan sendirinya di negara Pancasila.

"Bukan ditolak, tetapi tertolak karena bangsa Indonesia telah memiliki kesepakatan tentang bentuk negara dan dasarnya, Pancasila," tegas Zainut.

Halaman 2 dari 2
(lir/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads