Pertama, MK meminta memperjelas Bayu menggugat sebagai siapa dan apa kerugiannya. Bayu mengaku sebagai pembayar pajak, sehingga dengan penambahan jumlah atau penambahan wakil menteri itu membebani anggaran APBN.
"Saya perlu menegaskan bahwa sekarang ini Mahkamah tidak lagi berpijak kepada pembayar pajak untuk menyatakan bahwa dia punya legal standing, tapi itu kita sudah sudah spesifik mengacu kepada kerugian konstitusional yang benar-benar spesifik yang dimiliki oleh Pemohon. Dalam hal ini, Pemohon langsung sebagai Ketua FKHK. Memang sudah disebutkan di sini ada anggaran dasar anggaran rumah tangga, namun itu perlu diuraikan lebih lanjut," kata hakim konstitusi Manahan MP Sitompul.
Hal itu sebagaimana dikutip detikcom dari risalah sidang MK yang dilansir Rabu (11/12/2019). Sidang itu berlangsung pada Selasa (10/12) kemarin.
![]() |
"Cermati lagi bagaimana putusan MK terhadap legal standing dari pembayar pajak itu," kata hakim konstitusi lainnya, Wahiduddin Adams.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Putusan 2011 itu di Pemohonnya kan menguji pasal itu, Pasal 10 Undang-Undang Kementerian Negara. Bahkan penjelasannya tidak, tapi kemudian Mahkamah memutus bahwa penjelasan pasal itu yang menyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Oleh sebab itu, coba didalami betul, pendapat Mahkamah di dalam putusan itu itu sangat jelas," kata Wahiduddin menegaskan.
Bayu yang sehari-hari bekerja sebagai Advokat itu menggugat Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang berbunyi:
Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada kementerian tertentu.
"Petitum. Menyatakan Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 2008 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petitum Bayu.
Tonton juga video MK Minta 3 Pimpinan KPK Perbaiki Judicial Review Revisi UU KPK!:
(asp/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini