Mereka menganggap bahan bakar pengganti tersebut mahal dan sulit untuk didapatkan. Mereka menganggap wood pellet kurang tepat sebagai bahan bakar pengganti. Mereka mengharapkan ada bantuan mesin ketel yang menggunakan bahan bakar kayu.
Menurut salah satu pemilik pabrik tahu, Gufron (52), dirinya serta pemilik pabrik tahu lainnya hanya meminta bantuan pemerintah berupa mesin ketel dengan bahan bakar kayu.
"Para pemilik pabrik tahu hanya meminta bantuan ketel saja. Karena ketel yang memakai kayu bakar harganya mahal sekitar Rp 70 juta," kata Gufron kepada wartawan di Tropodo Krian Sidoarjo, Selasa (26/11/2019).
Gufron menambahkan karena bahan bakar alternatif yang ditawarkan yaitu wood pellet dan gas (CNG) sangat mahal serta tidak mampu untuk memanaskan ketel. Karena proses pemanasan yang dibutuhkan untuk pembuatan tahu sangat tinggi.
"Yang paling mudah ya tentunya memakai kayu bakar karena kayu bakar mudah untuk didapatkan. Dan menurut saya, bahan bakar alternatif yang ditawarkan justru bukan solusi," terangnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Lukman (54), pemilik pabrik tahu lainnya. Lukman sebenarnya keberatan dengan deklarasi tak lagi menggunakan bahan bakar sampah plastik impor.
Lukman mengaku hanya ikut-iktan saja dengan rekannya sesama pengusaha tahu. Alasan Lukman sama dengan Gufron yakni bahan bakar alternatif yang dirasa terlalu mahal.
"Kalau memang teman-teman yang lain beralih, kami akan mengikuti. Namun alangkah baiknya pemerintah meminjami modal untuk mendapatkan mesin ketel tersebut," kata Lukman.
Heboh! Warga Keciduk Buang Sampah saat Banjir:
(iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini