Awalnya Dwi menjelaskan soal kondisi beberapa bangunan di TIM yang sudah saatnya direvitalisasi, seperti galeri seni, perpustakaan HB Jassin, dan pembangunan hotel TIM. Dia memastikan rencana tersebut bukan untuk komersialisasi.
"Mungkin istilah komersialisasi itu yang harus dijernihkan, komersialisasi itu digunakan, sudah berkali-kali saya sampaikan, itu hasil optimalisasi, bukan komersialisasi dan itu akan dikembalikan ke TIM ini nantinya siapa pun yang urus," ucap Dwi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dwi mengatakan siapa pun nantinya yang mengelola, hasilnya tidak bisa dijadikan untung. Dia mengatakan hasil dari pengelolaan akan kembali ke TIM itu sendiri.
"Kalau mau dikelola gini loh supaya nanti bener-bener meringankan juga APBD DKI dalam rawat fasilitas modern ini. Jadi itu supaya nggak rancu," ujarnya.
Dwi kemudian menjelaskan revitalisasi yang memakan biaya Rp 1,8 triliun dengan penyusutan sebesar Rp 90 miliar dan biaya pemeliharaan Rp 80 miliar. Menurutnya biaya itu sudah menunjukkan Jakpro tidak mengambil untung dari revitalisasi tersebut.
"Mana mungkin balik (modal) kalaupun dikomersilkan, swasta nggak mungkin mau revitalisasi, ruginya aja jelas penghapusan gedung itu Rp 90 miliar per tahun. Taruhlah usia pengelolaan 25 tahun, kita mengelola antara Rp 80 miliar. Jangan diputarbalikkan Jakpro ambil untung, sama sekali nggak," ucapnya.
Dwi juga menjawab soal keluhan para seniman Jakarta yang merasa kebebasan ruang ekspresinya akan terhambat dengan revitalisasi dan keberadaan hotel. Menurutnya, revitalisasi ini justru akan menambah ruang berekspresi lebih besar.
"Ruang (ekspresi) itu udah pasti akan tetap ada, bahkan lebih banyak dari 11 persen jadi 27 persen, nggak ada pembatasan, ini terbuka kok, bahkan sampai Cikini Raya pun aksesnya terbuka, tidak ada dasar untuk merasa ketakutan. Hotel itu nggak makan ruang sama sekali, justru selasar itu bisa dipakai, nggak ada itu jadi tembok penghalang berekspresi, itu bisa semua, selasar hotel, mau di belakang teater Jakarta bisa juga," ungkapnya.
Sebelumnya, seniman se-Jakarta diketahui menolak revitalisasi TIM karena dalam pembangunannya tidak melibatkan mereka. Rencana pembangunan hotel di dalam kompleks TIM pun ikut ditolak.
Deputi Gubernur Bidang Budaya dan Pariwisata DKI Jakarta Dadang Solihin tak membantah bahwa soal pembangunan hotel menjadi salah satu permasalahannya. Namun, dia enggan menanggapi secara detail.
"He'eh (iya). Nanti saya kirim videonya, TIM itu masa depannya akan seperti apa. Saya dapat videonya dari Jakpro (PT Jakarta Propertindo)," ucap Dadang pada Minggu sore.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini