Jakarta -
Hari Guru Nasional menjadi momentum untuk terus meningkatkan kualitas
guru di Indonesia. Berkaca dari
Finlandia, negara yang kerap jadi rujukan soal kebijakan pendidikan, di negara itu menjadi guru lebih sulit ketimbang menjadi dokter.
Sebagaimana diketahui, hari guru diperingati pada hari ini, 25 November 2019. Guru dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Kendati demikian, guru di Indonesia masih kurang mendapat pendidikan kompetensi. Hal ini terbukti dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015, yang menunjukkan rata-rata nasional hanya 44,5 --jauh di bawah nilai standar 75.
Indonesia bisa berkaca pada Finlandia yang sering dianggap sebagai negara dengan kualitas pendidikan jempolan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian
Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 2000 yang menempatkan negara itu di posisi nomor satu di bidang pendidikan selama satu dekade sejak tahun 2000 awal. Sedangkan pada tahun 2015, Finlandia masih menempati posisi lima besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Profesi guru di Finlandia merupakan profesi yang sangat dihargai. Bahkan merujuk pada penelitian berjudul 'In Finland, it's easier to become a doctor or lawyer than a teacher - Here's why' karya Sari Muhonen yang terbit di jurnal Universitas Helsinki, menjadi guru lebih susah ketimbang menjadi dokter atau pengacara.
Penelitian itu ditulis oleh Sari ketika ia menjadi guru musik untuk semua jenjang di Finlandia. Sari menulis, bahwa guru di Finlandia merupakan profesi yang sangat dihargai. Bahkan, minimal guru harus mengambil gelar lanjutan alias master. Proses untuk mengikuti program master itu pun tak mudah.
"Di Finlandia, guru dipercaya, dihargai dan dididik dalam program gelar lanjutan. Menjadi seorang guru dimulai dengan mendapatkan penempatan di salah satu program pendidikan guru yang sangat selektif. Saya ingat dengan jelas dua buku pendidikan yang harus saya pelajari untuk bagian pertama dari ujian masuk pendidikan guru kelas awal Finlandia. Buku-buku itu tampak berbeda--jauh lebih sulit dibaca-- ketimbang bacaan yang saya baca beberapa bulan sebelumnya untuk ujian matrikulasi sekolah menengah Finlandia," tulis Sari.
Dia juga mengungkapkan, bahwa saat menjalani program master keguruan di Finlandia, ia kerap kali harus menanggung beban tugas yang tak mudah. Tugas itu berhubungan dengan keterampilan dengan kriteria khusus yang harus ia kuasai, seperti ceramah, demonstrasi, membaca, kunjungan sekolah, dan keterampilan praktis.
Karena beban tugas yang berat ini, dia lantas membandingkan program pendidikan guru dengan program kuliah lainnya. Hasilnya, berdasar data yang diperoleh, orang lebih mudah untuk masuk jurusan hukum lalu menjadi pengacara dan masuk jurusan medis lalu menjadi dokter.
"Lebih sulit untuk mendapatkan masuk ke program pendidikan guru Universitas Helsinki (tingkat penerimaan 6,8 persen) daripada program hukum (tingkat penerimaan 8,3%) atau program medis (tingkat penerimaan 7,3 persen) pada 2016," ujarnya.
Hal yang diungkap oleh Sari ini, senada dengan apa yang ditulis oleh The Guardian pada 17 Juni 2015, lewat tulisan berjudul 'Highly trained, respected and free: why Finland's teachers are different'. Artikel itu mengungkap rahasia mengapa Finlandia memiliki kualitas guru yang berbeda dengan negara lain.
Artikel itu mengambil contoh apa yang terjadi di Sekolah pelatihan guru Viikki di Helsinki Timur. Di sana digambarkan bahwa guru layaknya sebuah laboratorium yang harus melakukan penelitian terus-menerus. Mereka mempelajari beragam teori dan mencoba mempraktikknya. Sistem seperti ini dinilai setara dengan rumah sakit pendidikan universitas untuk mahasiswa kedokteran.
"Ini adalah salah satu cara kami menunjukkan betapa kami sangat menghargai pengajaran. Ini sama pentingnya dengan melatih dokter," kata Kepala Sekolah pelatihan guru Viikki, Kimmo Koskinen.
Sebelumnya, dalam peringatan Hari Guru Nasional, Mendikbud Nadiem Makariem berbicara tentang pergerakan guru. Guru inilah yang dianggap sebagai faktor penting dalam proses reformasi pendidikan.
"Hari Guru Nasional ini suatu hari yang sangat bermakna karena nggak ada artinya apa pun reformasi pendidikan tanpa pergerakan guru. Guru adalah mulainya dan akhirnya itu ada di guru. Itu yang sebenarnya esensi daripada pidato hari ini gitu. Ada dua sih poin yang penting. Satu adalah mereka belajar dan yang kedua adalah guru penggerak," kata Nadiem di Kemdikbud, di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2019).
Nadiem juga mengatakan setiap guru harus menjadi penggerak dalam dunia pendidikan. Selain itu, kata dia, guru harus belajar berinovasi dalam mengajar.
"Melakukan berbagai macam inovasi dan nggak semua inovasi itu harus sukses, itu namanya kuncinya inovasi. Dan banyak dari inovasi yang kita coba, kita eksperimen mungkin nggak terlalu berhasil. Tapi kita terus mencoba agar kita mengetahui apa yang pas untuk sekolah kita, untuk lingkungan kita," tuturnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini