Hal itu dikatakan Arsul dalam diskusi bertajuk 'Menyoal Periode Ideal Jabatan Presiden' di kawasan Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019). Arsul mulanya menjelaskan apa saja rekomendasi yang diberikan kepada MPR 2019-2024 terkait amandemen UUD 1945.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, penataan kewenangan MPR, penataan kewenangan DPD, penataan sistem presidensial, penataan kekuasaan kehakiman. Nah yang lima ini, tentu berpotensi, sekali lagi berpotensi, dilakukannya amandemen terhadap UUD," imbuhnya.
Arsul mengatakan, dalam dua tahun pertama, MPR periode 2019-2024 dijadwalkan akan menjaring aspirasi publik terkait rekomendasi-rekomendasi tersebut. Arsul lalu menyebut usulan perubahan masa jabatan presiden yang saat ini mencuat berasal dari pihak di luar MPR.
"Kami menjadwalkan dalam MPR periode sekarang, dua tahun pertama, meminta aspirasi publik. Kaminya sedang bersiap merancang bagaimana sih sarana-sarana yang akan kami gunakan untuk menjaring aspirasi publik, tiba-tiba sudah ada yang bicara tentang perubahan masa jabatan presiden. Jadi itu dari (pihak) luar," jelas Arsul.
Arsul lalu mencontohkan pernyataan yang sempat dilontarkan eks Kepala BIN AM Hendropriyono. Hendropriyono saat itu diketahui mengusulkan masa jabatan presiden menjadi satu periode dalam waktu delapan tahun.
"Pak Hendropriyono, misalnya, menyampaikan masa jabatan presiden itu delapan tahun. Saya tidak tahu persis apakah delapan tahun untuk satu masa jabatan presiden atau lima tahun lalu dipilih kembali. Tidak (ada komunikasi dengan Hendropriyono), saya kira Pak Hendro via media saja. Tapi sejauh ini tidak ada komunikasi Pak Hendro dengan kami di MPR," sebut Arsul.
Wacana terkait masa jabatan presiden itu pun, menurut Arsul, terus berkembang. Arsul mengatakan wacana itu dikaitkan dengan rekomendasi ke-4 MPR, yaitu penataan sistem presidensial.
"Penataan itu bertujuan untuk memperkuat sistem presidensial kita dan tidak ada di dalam risalah rapat untuk mengubah masa jabatan presiden. Tapi sebuah fakta ini kan menggelundung, ada diskursus, ada yang mengatakan itu nggak perlu disentuh, nggak perlu diubah," ungkapnya.
Arsul mengatakan saat ini ada sejumlah wacana yang terkait dengan periode jabatan presiden. Fraksi-fraksi di MPR menurutnya saat ini mayoritas mendukung sistem yang ada sekarang, yaitu presiden menjabat selama lima tahun dan bisa dipilih maksimal dua periode.
"Pertama, presiden untuk lima tahun dan hanya bisa dipilih untuk satu kali masa jabatan lagi itu dipertahankan. Dan sejauh ini posisi fraksi-fraksi di MPR itu sementara masih seperti ini," tuturnya.
Baca juga: Wacana Presiden 3 Edisi Jadi Kontroversi |
"Tapi ada yang mengatakan di luaran bahwa perlu juga dipikirkan menata masa jabatan presiden dari dua hingga tiga periode. Kemudian seperti yang disampaikan PSI, harus diubah satu periode, tapi selama 7-8 tahun," lanjut Arsul.
Menurut Arsul, MPR menilai hadirnya wacana-wacana itu sebagai hal yang positif. Politikus PPP itu pun menyebut semua wacana yang ada akan dikaji secara mendalam.
"Ya nggak salah (untuk dikaji). Itulah wujud dari the living constitution," pungkasnya.
Halaman 2 dari 3