Pusat monitoring berita-berita palsu yang diberi nama Anti-Fake News Center tersebut akan mulai bekerja pada Jumat (1/11) mendatang dengan menggunakan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dan para pengawas terlatih untuk menandai postingan-postingan di segala hal mulai dari layanan kesehatan hingga kebijakan pemerintah.
Demikian disampaikan Menteri Perekonomian Digital dan Kemasyarakatan Buddhipongse Punnakanta seperti dikutip kantor berita AFP, Rabu (30/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buddhipongse mengatakan bahwa nyaris 80 persen postingan online atau media sosial (medsos) adalah palsu atau menyesatkan.
Dijelaskannya, Anti-Fake News Center ini akan memiliki laman Facebook di mana contoh temuan berita-berita palsu akan dipublikasi dan para pengguna bisa memasukkan informasi.
Buddhipongse membantah tuduhan sejumlah LSM bahwa fasilitas baru ini akan menjadi pusat pengawasan pembangkang. "Kami bukan hanya fokus ke soal politik dan orang-orang yang menentang pemerintah," ujarnya.
Namun menurut Sunai Phasuk, periset senior di organisasi HAM, Human Rights Watch, fasilitas itu hanya akan menjadi alat penyensoran baru.
"Pencekikan atas kebebasan berekspresi di Thailand semakin ketat," tuturnya.
Menurut para pengamat, sejumlah pemerintahan telah terdorong oleh retorika keras Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap media. Bulan ini, UU yang mengatur tentang berita palsu telah diberlakukan di Singapura, yang menetapkan hukuman denda berat dan bahkan hukuman penjara dalam kasus yang ekstrem.
Organisasi HAM, Amnesty International menyatakan bahwa, di Vietnam telah terjadi peningkatan penangkapan orang-orang karena postingan online mereka, sejak RUU keamanan siber kontroversial diloloskan pada Januari lalu.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini