Dalam KUHP saat ini ancaman pidana bagi gelandangan dituangkan dalam Pasal 505, yaitu:
1. Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
2. Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam putusannya, MK menolak gugatan tersebut. Menurut MK, perlindungan fakir miskin dengan penggelandangan adalah dua hal yang berbeda.
"Pelarangan hidup bergelandangan merupakan soal yang tidak berkaitan dengan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar," kata Ketua MK Mahfud Md saat membacakan putusan Nomor 29/PUU-X/2012 yang dikutip dari website MK, Jumat (27/9/2019).
Menurut Mahfud yang juga diamini oleh 8 hakim konstitusi lainnya, pelarangan hidup bergelandangan merupakan pembatasan yang menjadi kewenangan negara. Sedangkan memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar merupakan kewajiban konstitusional negara yang harus dilakukan dengan memperhatikan kemampuan negara.
"Manakala negara dengan kemampuan yang ada belum sepenuhnya dapat melaksanakan kewajiban tersebut, tidak dapat menjadi alasan untuk membolehkan warga negara hidup bergelandangan. Dengan demikian, hal tersebut tidak menjadi alasan pembenar bagi siapa pun untuk melanggar hukum, melakukan penggelandangan, mengabaikan ketertiban umum, dengan alasan negara belum melaksanakan kewajibannya memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar," ujar Mahfud MD dalam putusan yang dibacakan pada 3 Januari 2013.
Menurut MK, Punk sebagai gaya hidup memang tidak dilarang. Yang dilarang oleh Pasal 505 KUHP adalah hidup bergelandangan, karena bergelandangan merupakan suatu perbuatan yang melanggar ketertiban umum
![]() |
"Sebagai negara hukum, negara harus membangun sistem hukum, yang harus dipatuhi oleh masyarakat, dan ditegakkan oleh aparat hukum. Pasal 505 KUHP, sesuai dengan uraian tersebut di atas, harus dipandang sebagai batasan kebebasan yang diberikan oleh negara, yang bertujuan untuk menjaga ketertiban umum, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945," pungkas 9 hakim konstitusi dengan bulat tanpa ada satu pun yang berbeda pandangan.
Nah, dalam RUU KUHP, pasal penggelandangan tetap dipertahankan. Bedanya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meringankan ancaman hukumannya. Dari ancaman pidana penjara menjadi ancaman administrasi yaitu denda. Bila tidak memiliki uang, bisa dihukum dengan kerja paksa.
![]() |
"Kemudian juga ada penggelandangan. Itu juga ada di KUHP, pengemis ada di KUHP. Kita atur sekarang, justru kita lebih mudahkan, justru kita kurangi hukumannya. Kita kenalkan dia hukumannya apa, dimungkinkan dengan hukuman kerja. Ditangkap gelandangannya, disuruh kerja sama hakim. Ini kalau di hukum Belanda ini perampasan kemerdekaan, penjara. Kalau ini tidak, didenda atau disuruh kerja sosial, mengikuti latihan kerja, which is tujuannya demikian," kata Yasonna.
Selidik punya selidik, ancaman itu juga sudah berlaku di berbagai daerah, Jakarta salah satunya. Di Ibu Kota, penggelandangan maksimal didenda Rp 20 juta. Adapun di Pekanbaru maksimal didenda Rp 50 juta.
Komentari RKUHP, Hotman Paris: Draft Undang-undang Teraneh di Dunia!
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini