Kontroversi UU Pesantren: Kitab Kuning dan Dana Abadi

Kontroversi UU Pesantren: Kitab Kuning dan Dana Abadi

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Selasa, 24 Sep 2019 17:02 WIB
Foto: RUU Pesantren disahkan DPR (Lamhot Aritonang)
Jakarta - DPR sudah mengesahkan Undang-Undang Pesantren (RUU Pesantren). UU ini mengatur penyetaraan pesantren dengan pendidikan umum. Namun, beberapa pasal dalam UU Pesantren yang menuai kontroversi masih ada.

Pengesahan RUU Pesantren itu diputuskan dalam rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah memimpin rapat.


Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang hadir dalam rapat tersebut menuturkan, lahirnya UU Pesantren untuk memberikan pengakuan dan independensi pesantren dalam melaksanakan fungsinya dalam pendidikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"RUU tentang pesantren diadakan karena kehadiran pesantren untuk memberikan pengakuan atas independen pesantren yang berdasarkan kekhasan dalam fungsi kemasyarakatan kedakwahan dan pendidikan," kata Lukman.


Kendati sudah disahkan, UU Pesantren ini masih mengandung beberapa pasal kontroversial, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Definisi Pesantren yang identik dengan kitab kuning

Dalam Bab Ketentuan Umum Pasal 1, dijelaskan soal definisi pendidikan pesantren. Pendidikan pesantren mengembangkan kurikulum berbasis kitab kuning. Pasal ini jadi kontroversi, karena tak semua pesantren mengajarkan kitab kuning kepada santrinya.

Begini bunyi Pasal 1 ayat (2) dan (3):

Pasal 1
(2) Pendidikan Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin.
(3) Kitab Kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab atau kitab keislaman berbahasa lainnya yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di Pesantren.


Sebelumnya, Muhammadiyah lewat surat yang dikirimkan kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta RUU Pesantren ditunda. Surat diteken Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti tanggal 17 September 2019.

PP Muhammadiyah juga telah mengirimkan masukan terkait RUU Pesantren sebelum disahkan. Masukan tersebut dikirim ke Ketua DPR, Ketua Komisi VIII DPR dan para pimpinan fraksi. Begini usul perubahannya:

2. Pendidikan Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis kitab kuning, dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin, atau dirasah Islamiyah yang terintegrasi dengan sekolah/madrasah.

Selain Muhammadiyah, ormas Islam yang turut meminta penundaan pengesahan RUU Pesantren yaitu Aisyiyah, Al Wasliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Persatuan Islam (PERSIS), Dewan Dakwah Islamiyah (DDI), Nahdlatul Wathan (NW), Mathla'ul Anwar, Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) dan Pondok Pesantren Darunnajah. Surat juga dilampiri dengan pendapat ormas Islam yang meminta penundaan pengesahan RUU Pesantren. RUU Pesantren dinilai tidak mengakomodasi aspirasi seluruh ormas Islam.

"Setelah mengkaji secara mendalam RUU Pesantren, dengan memperhatikan aspek filosofis, yuridis, sosiologis, antropologis, dan perkembangan serta pertumbuhan pesantren dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka kami menyampaikan permohonan kiranya saudara Ketua DPR RI berkenan menunda pengesahan RUU Pesantren menjadi Undang-undang karena, pertama: belum mengakomodir aspirasi ormas Islam serta dinamika pertumbuhan dan perkembangan pesantren, kedua: materi RUU Pesantren diusulkan untuk dimasukkan dalam revisi Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional," demikian petikan surat tersebut

2. Kiai harus berpendidikan pesantren

Selain harus mengajarkan kitab kuning, dalam Pasal 5 disebutkan bahwa pesantren harus memiliki memiliki kiai.
Merujuk pada Pasal 1 ayat 9, kiai adalah seorang pendidik yang memiliki kompetensi ilmu agama Islam yang berperan sebagai figur, teladan, dan/atau pengasuh Pesantren.

Selain itu, kiai harus memenuhi beberapa syarat pendidikan. Kiai harus memiliki latarbelakang pendidikan pesantren. Padahal ada pula pesantren yang kiai-nya tak berpendidikan pesantren. Hal ini diatur dalam Pasal 9:

Pasal 9
(1) Dalam penyelenggaraan Pesantren, Kiai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a harus:
a. berpendidikan Pesantren;
b. berpendidikan tinggi keagamaan Islam, dan/atau;
c. memiliki kompetensi ilmu agama Islam.


Kiai pun punya beberapa tugas. Salah satunya ialah menyusun kurikulum pesantren sampai menentukan kelulusan santri. Begini bunyi pasalnya:

Pasal 27
(2) Dewan Masyayikh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Kiai.
(3) Dewan Masyayikh memiliki tugas paling sedikit:
a. menyusun kurikulum pesantren;
b. melaksanakan kegiatan pembelajaran;
c. meningkatkan kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan;
d. melaksanakan ujian untuk menentukan kelulusan Santri berdasarkan kriteria mutu yang telah ditetapkan; dan
e. menyampaikan data Santri yang lulus kepada Majelis Masyayikh.

3. Pesantren bisa beri gelar sarjana hingga doktor

Berkat adanya UU Pesantren, kini pesantren bisa menyelenggarakan pendidikan sarjana hingga doktoral. Pendidikan ini bisa dilakukan melalui jenjang Ma'had Aly.

Dalam Pasal 1 ayat (7) dijelaskan, definisi Ma'had Aly adalah pendidikan Pesantren jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kajian keislaman sesuai dengan kekhasan Pesantren yang berbasis Kitab Kuning secara berjenjang dan terstruktur.

Sementara itu dalam Pasal 22, Ma'had Aly bisa memberikan gelar akademik dari sarjana sampai doktoral.

Pasal 22
(1) Ma'had Aly menyelenggarakan pendidikan akademik pada program sarjana, magister, dan doktor.
(2) Ma'had Aly mengembangkan rumpun ilmu agama Islam berbasis Kitab Kuning dengan pendalaman bidang ilmu keislaman tertentu.


Dijelaskan lebih lanjut dalam ayat 7, santri Ma'had Aly yang telah menyelesaikan proses pembelajaran dan dinyatakan lulus berhak menggunakan gelar dan mendapatkan ijazah serta berhak melanjutkan pendidikan pada program yang lebih tinggi dan kesempatan kerja.

4. Pesantren dapat dana abadi

Pesantren juga akan mendapatkan dana abadi dari pemerintah. Begini bunyi pasalnya:

Pasal 49
(1) Pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi Pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan.
(2) Ketentuan mengenai dana abadi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Meskipun mendapatkan dana abadi, menurut Pasal 48 sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren masih berasal dari masyarakat.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads