"Karena penguapan air itu tertahan oleh asap supaya menjadi awan," ujar Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam (TPSDA) BPPT Yudi Anantasena dalam diskusi 'Tanggap Bencana Karhutla' di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019).
Yudi mengatakan musim kemarau turut berpengaruh dalam pertumbuhan awan untuk membuat hujan buatan tersebut. Dua hal itu yaitu musim kemarau dan kabut asap disebut Yudi saling memengaruhi menghambat terjadinya hujan buatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, menurut Yudi, kondisi awan untuk membikin hujan buatan harus memiliki kadar air yang cukup. Menurutnya teknologi itu sangat tergantung pada intensitas awan.
"Teknologi modifikasi cuaca itu akan berhasil jika ada potensi awan. Jadi kita punya teknologi masih berbasis hukum alam, tidak juga membuat hujan dari hal-hal di luar itu," paparnya.
"Sejak beberapa waktu yang lalu kita melakukan berbagai modifikasi cuaca itu tidak hanya menebar NaCL (garam), tetapi juga menebar CaO atau kapur tohor," kata Yudi.
"Kita ingin buyarkan asap itu terlebih dahulu biar ada reaksi kimianya, gasnya ke atas kemudian residunya bisa turun ke bawah sehingga sinar matahari bisa tembus. Sinar matahari bisa tembus membuat penguapan air itu lancar, sehingga potensi awan bisalah," imbuh Yudi.
Sementara itu berkaitan dengan musim hujan, Yudi memperkirakan akan terjadi di Sumatera dan Kalimantan pada bulan Oktober. Yudi menyebut pula pada minggu ini di Pekanbaru diperkirakan akan turun hujan.
"Di Riau sempat ada hujan di utara, saat ini masih kemarau. Musim hujan di Sumatera di Kalimantan akan terjadi di bulan Oktober, kalau di Jawa memang lebih mundur lagi. Pekanbaru menurut ramalannya minggu ini ada potensi hujan, mudah-mudahan," kata Yudi.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini