Jakarta - Ombudsman Jakarta Raya menyatakan pencemaran di Sungai Cileungsi, Kabupaten Bogor, sudah masuk kategori
pencemaran berat. Ombudsman meminta penanganannya multidimensi.
"Terkait baku mutu air, pencemaran Sungai Cileungsi memang masuk kategori pencemaran berat. Ini sudah membuktikan bahwa penanganannya sudah tidak bisa lagi dilakukan sektoral, harus penanganan multidimensi, termasuk pelibatan aparat penegak hukum dalam penanganan di Sungai Cileungsi ini," kata Ketua Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teguh mengatakan ada 54 perusahaan di sekitar Sungai Cileungsi yang bermasalah dan tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Dia menegaskan perusahaan lain di Kabupaten Bogor juga perlu diperiksa apakah memiliki kesesuaian IPAL atau tidak.
"Banyak, 54 itu semuanya bermasalah. Jadi ada sekitar 6.000 perusahaan di Kabupaten Bogor, 54 itu benar-benar tidak memiliki IPAL atau tidak melakukan persesuaian dengan perizinan. Yang 54
aja ini belum ditindak, seharusnya yang 54 ini sudah masuk ke dalam tindakan. Yang lain-lainnya itu juga harus diperiksa, apakah IPAL-nya berkesesuaian atau tidak," ujarnya.
Dari 54 perusahaan bermasalah tersebut, Teguh menyebut 17 perusahaan masih membuang limbah secara langsung ke Sungai Cileungsi. Hal itu menjadi penyebab air Sungai Cileungsi tercemar berat.
"Sekarang yang 54 itu, katanya 17 sudah diperbaiki. Tapi begitu kita lakukan pengecekan di lapangan, dari 17 ternyata mereka masih melakukan pembuangan limbah secara langsung, IPAL-nya tidak baik. Terkait dengan baku mutu tidak sesuai. Itu yang menyebabkan Sungai Cileungsi sampai sekarang masih tidak layak," jelasnya.
Teguh juga mengatakan sudah ada lima perusahaan yang disidang karena terbukti melakukan pencemaran lingkungan, tapi hanya dihukum tindak pidana ringan dengan membayar Rp 15 juta. Dia berharap pemerintah berani memidanakan perusahaan nakal itu dengan UU Lingkungan Hidup yang denda maksimalnya Rp 3 miliar untuk menimbulkan efek jera.
"Kemarin sudah ada upaya tindakan dari KLHK dan dari DLH Kabupaten untuk melakukan pemidanaan mempergunakan UU Lingkungan Hidup. Itu sebetulnya yang kami harapkan, bahwa pihak pemerintah mulai berani menerapkan pasal-pasal yang ada dalam UU Lingkungan Hidup. Karena di situ jelas, tindak pidananya, hukuman maksimalnya Rp 3 miliar, berbanding terbalik dengan Perda Lingkungan Hidup yang (dendanya) hanya Rp 15 juta," ucapnya.
Menurut Teguh, langkah terbaik adalah menjalankan kewenangan institusi pemerintah untuk bekerja sama lintas sektor dalam penanganan pencemaran sungai. Jika koordinasi lintas sektor itu berjalan, Teguh mengatakan penanganan pencemaran sungai akan sangat mungkin dilakukan.
"Tapi ada atau tidak ada Perpres, ada atau tidak ada program, seperti Citarum Harum, sebetulnya kan yang paling diutamakan adalah pelaksanaan kewenangan dari institusi itu sendiri. Karena sebetulnya, misalnya DLH itu punya kewenangan untuk melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menegakkan perlindungan terhadap lingkungan menggunakan UU Lingkungan Hidup. Kalau ada payung hukum yang lebih besar ya silakan. Tapi dengan level koordinasi ini sebetulnya sudah sangat dimungkinkan," tutur Teguh.
Lebih lanjut, Teguh menyatakan pihaknya akan terus memonitor langkah-langkah yang dilakukan untuk penanganan pencemaran Sungai Cileungsi. Selain itu, evaluasi akan dilakukan.
"Kalau
monitoring kami akan lihat dulu apa yang dilakukan oleh para pihak terkait dengan tindakan yang dilakukan. Kalau sejauh ini kami melihat para pihak sudah cukup berupaya, tapi apakah itu cukup memadai atau tidak, nanti kita akan lakukan evaluasi. Karena prinsipnya begini, Ombudsman ketika mengeluarkan LAHP, kami akan melakukan monitoring sampai tindakan korektif di dalam LHAP itu dilaksanakan," sebut dia.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menghadiri pertemuan bersama Ombudsman Jakarta Raya untuk
monitoring pelaksanaan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) penanganan pencemaran Sungai Cileungsi. Ridwan Kamil memastikan penanganan pencemaran sungai tersebut akan diambil alih Pemprov Jawa Barat.
"Dan kesimpulannya hanya satu. Selama ini dari bulan Maret, Pemerintah Kabupaten Bogor menyatakan sanggup, tapi per hari ini diputuskan dan disepakati akan diambil alih oleh provinsi," kata pria yang akrab disapa Kang Emil ini seusai pertemuan di kantor Ombudsman Jakarta Raya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (20/9).
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini