"Terkait dengan pelaksanaan tugas pimpinan, perlu diingat, sebagaimana diatur pada Pasal 32 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, maka pemberhentian pimpinan KPK dilakukan dengan alasan-alasan yang terbatas dan baru efektif berlaku sejak Presiden menerbitkan Keppres," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (16/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 32
1. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. berakhir masa jabatannya;
c. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan;
d. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
e. mengundurkan diri; atau
f. dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini.
2. Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.
3. Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Di sisi lain, menurut Febri, KPK tetap menunggu sikap Jokowi untuk menyelamatkan KPK. KPK percaya Jokowi akan mengambil langkah pasti untuk hal itu.
"Oleh karena itu, sembari menunggu tindakan penyelamatan KPK dari Presiden, terutama terkait revisi UU KPK yang semakin mencemaskan, maka KPK terus menjalankan tugas dan amanat UU," kata Febri.
"KPK percaya Presiden akan mengambil tindakan penyelamatan dan tidak akan membiarkan KPK lumpuh, apalagi mati," imbuh Febri.
Pada Jumat, 13 September, lalu, 3 pimpinan KPK, yaitu Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang, mengembalikan mandat ke Jokowi. Mereka merasa revisi UU KPK akan melemahkan lembaga antikorupsi itu.
Rocky Gerung Bicara Soal Revisi UU KPK & Pelemahan KPK:
(dhn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini