"Kalau misalkan undang-undang (RUU KPK) ini lolos sebetulnya ya mungkin yang paling sederhana KPK-nya kemudian singkatannya diubah mungkin ya (menjadi) Komisi Pencegahan Korupsi, mungkin begitu," kata Agus lalu tertawa, Rabu (11/9/2019).
Hal itu disampaikan Agus usai menghadiri konferensi pers pengiriman surat dari 30 Pusat Studi Hukum dan Antikorupsi Perguruan Tinggi se-Indonesia ke Jokowi di Kantor Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, DIY.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Case building (bangunan kasus korupsi berkala besar) ini diperlukan waktu (penindakan) yang lama. Jadi dari pengalaman kami ada case building itu dan biasanya besar-besar, ya seperti yang diumumkan kemarin sore," ungkap Agus.
"Ya memang hasilnya (penindakan dari case building) kemudian lebih besar, hasilnya itu lebih besar. Tapi sebetulnya kalau kita melihat pengalaman negara lain sebetulnya kan penindakan itu bahkan bukan hanya terhadap penyelenggara negara," tuturnya.
Kemudian Agus memberi contoh penindakan terhadap praktik korupsi yang dilakukan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) di Singapura. Bahkan KPK-nya Singapura itu tidak hanya menindak penyelenggara negara, tapi juga pihak swasta.
"Jadi pedagang ikan (di Singapura) yang nyogok restoran, yang nyogok hotel supaya dia menerima suplai ikannya ditangkap lho, yang nangkap CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau), bukan polisi, karena itu (termasuk) korupsi kalau di negara lain," tutupnya. (ush/skm)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini