Aksi dilakukan dengan orasi dan penandatanganan spanduk hitam. Kemudian dilanjutkan aksi mengecap spanduk dengan telapak tangan yang sudah diberi cat merah.
Direktur Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang P Wiratraman mengatakan, aksi itu dilakukan akademisi Unair bersama seluruh masyarakat di Kota Surabaya. Menurutnya, aksi ini juga merupakan upaya merawat akal sehat masyarakat.
"Aksi ini lebih berupaya merawat akal sehat kita semua. Bahwa apa yang terjadi di Jakarta itu sesungguhnya mengingkari amanat reformasi dan menghalangi kinerja KPK yang selama ini sudah progresif berlangsung," papar Herlambang di Kampus B Unair Jalan Darmawangsa Surabaya, Selasa (10/9/2019).
Selain itu, Herlambang menyebut pihaknya optimis jika presiden akan menolak revisi UU KPK. Jika hal ini tetap berjalan, Herlambang khawatir bisa membuat KPK kehilangan independensinya.
"Kami harap KPK bisa independen. Presiden mempertimbangkan untuk menolak revisi ini dan tentu perjuangan tidak akan selesai dengan revisi karena KPK memang perlu didukung oleh gerakan masyarakat secara luas. Saya kira aturan penyadapan itu akan hendak diintervensi dengan pengawasan dan itu jelas mempengaruhi independensi KPK," imbuhnya.
Di kesempatan yang sama, Pusat Studi Anti Korupsi dan aa Pidana atau CACCP FH Unair Amira Paripurna mengatakan, pihaknya sedang memperjuangkan penolakan upaya pelemahan KPK. Menurutnya, jika Revisi UU KPK dilakukan maka rakyat yang akan menjadi korban.
"Dalam revisi UU kok saya lihat ada sejumlah unsur yang bisa melemahkan posisi KPK dalam proses penindakan tindak korupsi. Selama ini kita lihat korupsi adalah kejahatan di mana korbannya masal. Kita tidak melihat korbannya secara langsung, tapi korbannya masyarakat Indonesia," kata Amira.
Untuk itu, Amira menegaskan pihaknya tak akan tinggal diam dan menolak rancangan UU KPK. Agar rakyat tidak lagi menjadi korban.
"Kita harus doing something, dari situlah kita sebagai korban terwakili dari KPK melakukan pendidikan. Masyarakat secara luas menjadi korban. Ini political victimology. Kita merasa sangat terusik karena kerugian kita sebagai korban jadi tidak tersalurkan. Ini aspirasi masyarakat tentunya dari akademisi yang jika berbicara tidak hanya secara ilmu tapi dari kajian," pungkas Amira. (sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini