LIPI menggelar jumpa pers untuk menyampaikan sikap penolakan terhadap revisi UU KPK di Gedung Widya Graha LIPI, di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019). Pernyataan sikap civitas LIPI disampaikan oleh salah seorang peneliti LIPI Dian Aulia.
"Rakyat Indonesia dikejutkan oleh Rapat Paripurna DPR-dihadiri oleh hanya 77 orang dari 560 anggota DPR-yang tiba-tiba menyetujui usulan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai usul inisiatif DPR. Proses pembahasan RUU dilakukan tanpa mengindahkan aspek transparansi, aspirasi, dan partisipasi publik," ujar Dian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
LIPI menilai revisi UU KPK berpotensi mengancam independensi KPK. Ada sejumlah hal yang disoroti LIPI dalam revisi UU KPK, di antaranya:
1. Menjadikan KPK sebagai bagian dari lembaga eksekutif
2. Penyadapan dipersulit
3. Pembentukan Dewan Pengawas yg dipilih DPR
4. Sumber penyelidik dan penyidik dibatasi
5. Kewenangan penuntut dihilangkan
6. Kewenangan mengelola LHKPN dipangkas
7. Perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung
8. Kpk dapat menghentikan penyidikan (SP3)
9. Perkara yg menjadi sorotan publik dapat diabaikan
10. Kewenangan pengambilalihan penuntutan perkara dipangkas
LIPI menegaskan KPK merupakan lembaga amanah reformasi untuk melawan segala bentuk tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. Keberadaan KPK diharapkan dapat mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Mengingat tujuan kemerdekaan RI untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran rakyat tidak akan tercapai selama korupsi masih marak di Indonesia maka kami civitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bertanda tangan di bawah ini menentang setiap upaya yang berpotensi mengancam independensi dan melumpuhkan kinerja KPK melalui usulan revisi UU KPK," ujar dia.
"Sehubungan dengan itu, kami mendesak Presiden RI Ir H Joko Widodo agar menolak revisi UU KPK yang bertujuan meniadakan independensi dan melumpuhkan kinerja KPK," sambung Dian.
Pernyataan sikap ini ditandatangani oleh 146 civitas LIPI. Turut hadir dalam konferensi pers Prof Syamsuddin Haris, Prof Fortuna Dewi, Prof Siti Zuhro dan Moch Nurhasim.
Syamsuddin Haris menyoroti rapat paripurna DPR yang hanya dihadiri 77 orang saat mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR. Dia menilai rapat tersebut cacat prosedur.
"Padahal kita ketahui keabsahan rapat DPR itu minimal musti dihadiri oleh 50 persen. Nah memang betul bahwa sebagian anggota dewan itu mengisi daftar absen, itu ada 204. Tapi batang hidungnya nggak ada, jadi hanya mengisi absen. Ini kan, apa ya, tidak memenuhi keabsahan substansi yang dituntut sebagai institusi lembaga perwakilan rakyat kita. Jadi sangat disayangkan bahwa keputusan yang begitu penting diambil pada saat rapat paripurna itu hanya dihadiri oleh 13,7% anggota dewan dari 560," ujar Haris.
Poin selanjutnya yang disoroti Haris mengenai kualitas DPR hari ini. Bagi Haris, DPR telah menjadi semacam kartel politik.
"Kartel politik yang mengancam demokrasi dan masa depan kita sebagai bangsa. Sebagaimana kita ketahui suatu kartel politik atau politik kartel itu biasanya diikat oleh kepentingan jangka pendek yang sama. Nah dalam konteks dewan kita, kepentingan jangka pendek yang sama itu, tidak lain adalah, yaitu mencari, apa ya, mencari sesuap berlian. Termasuk itulah. Nah oleh sebab itu saya melihat revisi undang-undang KPK yang diusulkan oleh DPR ini justru membuka mata hati publik di satu pihak dan menelanjangi wajah asli partai politik kita di legislatif," papar dia.
Dia mengaku sudah membaca langsung draf revisi UU KPK. Menurut dia, UU KPK yang lama seolah mengalami perubahan mendasar.
"Nah sebagai contoh misalnya. Saya bisa kemukakan di sini. Pasal 3 ya, pasal 3 itu, KPK itu dalam usulan DPR saat ini adalah lembaga eksekutif atau bahasanya di sini lembaga pemerintah pusat. Nah ini suatu degradasi. Degradasi yang luar biasa. Sebab dalam undang-undang yang lama, undang-undang 30 tahun 2002 saat ini. KPK itu adalah lembaga negara. Bukan lembaga pemerintah pusat. Itu degradasinya luar biasa," ujarnya.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini