Kapuspen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mengatakan pada prinsipnya ibu kota baru harus memiliki sistem pemerintahan yang lebih sederhana dan cepat. Itu diperlukan agar pengelolaan kawasan ibu kota itu lebih mudah.
"Di situ kan ada lembaga-lembaga negara harus dibuat yang lebih sederhana, lebih simpel, mudah bergeraknya pengelolaannya sehingga kalau dilakukan penataan-penataan, pengambilan keputusannya lebih cepat, tidak berbelit-belit," kata Bahtiar saat dihubungi, Senin (26/8/2019) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibu Kota Baru Diusulkan Jadi Daerah Administratif
Kemendagri mengusulkan kawasan ibu kota baru menjadi daerah administratif. Kemendagri kini tengah mengkaji bentuk pemerintahan administratif di ibu kota baru tersebut.
"Ya salah satu opsinya kita bukan daerah otonom. Kemungkinan daerah administratif cuma bentuknya badan pengelola disebutnya apa dikaji," ujar Bahtiar.
Kawasan Khusus
Plt Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menyarankan daerah yang akan menjadi ibu kota baru menjadi kawasan khusus. Kawasan khusus ini bakal menjalankan fungsi pemerintahan tanpa di bawah kendali daerah otonom.
"Kita usulkan daerah yang akan menjadi ibu kota adalah daerah kawasan khusus. Yang dimaksud daerah kawasan khusus adalah daerah yang berada dalam suatu daerah otonom provinsi atau daerah otonom kabupaten/kota yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu," ujar Akmal saat dihubungi secara terpisah, Senin (26/8/2019).
"Dalam konteks ini fungsi-fungsi sebagai ibu kota negara. Jadi kan sudah ditetapkan wilayahnya nanti bakal ada batas teritorialnya yang akan menjadi ibu kota seluas 40 ribu hektare itu. Nah wilayah 40 hektare ini akan sistem pemerintahan di sana, sistem pemerintahan apa itu? yang bersifat administratif, tidak akan.. cuma melaksanakan fungsi pemerintahan saja tidak ada berada di bawah kendali daerah otonom," sambung dia.
Siapa yang Bakal Pimpin Pemerintahan di Kawasan Ibu Kota Baru?
Kemendagri masih melakukan pembahasan terkait siapa yang akan memimpin pemerintahan di ibu kota baru. Bentuknya bisa seperti gubernur atau bupati dan bisa juga seperti kepala badan otoritas.
"Yang pimpin nanti siapa? yang pimpin kepala administratif siapa namanya nanti? bisa jadi gubernur, bisa jadi kepala badan otoritas tapi fungsi-fungsinya tidak melaksanakan fungsi-fungsi daerah otonom," ujar Akmal Malik.
Tak Ada Pemilihan Kepala Daerah
Karena bentuk pemerintahannya administratif, Kemendagri menyarankan tak ada pemilihan kepala daerah di kawasan ibu kota baru.
"Di daerah itu tidak akan ada pemilihan gubernur, tidak ada. Jadi sistem itu yang akan kita bangun, tapi bukan seperti Batam. Dia tidak akan ada dualisme kepemimpinan di sana," ujar Akmal Malik.
Nama Khusus untuk Ibu Kota Baru
Kemendagri mengatakan bakal ada nama khusus untuk kawasan ibu kota baru. Semua masukan mengenai nama tersebut masih dibahas.
"Pastinya. Akan ada penamaan khusus, bisa jadi dia daerah otoritas ibu kota negara. Yang jelas, pasti penamaan belum kita masukan," imbuh Akmal.
Hubungan Kelembagaan Pemerintahan
Kemendagri mengatakan Bupati Kutai Kertanegara dan Bupati Penajam Paser Utara tetap akan menjabat posisinya masing-masing. Hanya wilayahnya saja yang akan berkurang sebab dijadikan kawasan untuk ibu kota baru.
"Dia tetap akan menjadi bupati di tempatnya, cuma wilayahnya berkurang. Kan tidak semua wilayahnya. Dia tetap bupati daerah otonom. Tetapi wilayahnya bisa kita kurangi. Kan Kutai itu luas sekali, jadi akan ada daerah otonom nanti akan ada daerah administratif," tutur Akmal Malik.
Akmal juga bicara soal nomenklatur dewan pengarah. Itu nantinya bakal diisi oleh presiden hingga gubernur kaltim.
"Di situ juga akan ada dewan pengarah, siapa? itu ada presiden menteri ada juga gubernur atau bupati yang ada di wilayah tersebut, jadi gubernur Kaltim adalah dewan pengarah tetapi otoritasnya tidak ada, dia cuma melaksanakan fungsi-fungsi koordinasi saja," ujarnya.
Ibu Kota Pindah, Pemerataan Ekonomi Terjamin?:
(knv/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini