Jakarta - Presiden Joko Widodo (
Jokowi) secara resmi mengumumkan lokasi
ibu kota negara baru. Namun sepertinya apa yang disampaikan Jokowi tidak berbuah senyum pada semua orang.
Seperti diketahui lokasi ibu kota negara baru itu berada di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Lebih spesifik disebutkan Jokowi bila kelak lokasinya berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara.
"Ibu kota negara baru paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur," ujar Jokowi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum mengumumkannya Jokowi telah menyurati DPR. Dalam surat itu Jokowi mengaku tidak akan 'meninggalkan' Jakarta begitu saja.
"Jakarta akan tetap menjadi prioritas pembangunan dan akan terus dikembangkan sebagai pusat bisnis berskala regional dan global," tulis Jokowi dalam suratnya ke DPR itu.
Untuk mempersiapkan segala sesuatunya Jokowi juga mengaku akan menyusun Rencana Undang-Undang (RUU) terkait pemindahan ibu kota tersebut. Di sisi lain, Sekjen DPR Indra Iskandar menyebutkan surat Jokowi itu akan dibacakan dalam paripurna.
"Sudah (diteruskan ke pimpinan), sedang di bahas sekarang. Besok akan dibawa ke paripurna," ucap Indra.
Namun agaknya sebagian anggota dewan tidak sependapat dengan rencana pemindahan ibu kota itu. Kenapa?
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bersuara sumbang soal pemindahan ibu kota. Fahri menyebut Jokowi kurang mendapatkan masukan dari ahli tata negara.
"Terus terang saya menyayangkan kurangnya ahli tata negara di sekitar presiden itu, sehingga presiden itu tak menjalankan suatu proses ketatanegaraan yang resmi, yang lazim, begitu. Proses ketatanegaraan yang lazim itu kan ada tahapannya," kata Fahri.
Kritik Fahri itu berkaitan dengan pengumuman tentang pemindahan ibu kota yang dilakukan Jokowi. Sebab, menurut Fahri, rencana pemindahan ibu kota itu seharusnya melibatkan DPR lebih dulu.
"Kalau di UUD dia harus menarik, mem-propose itu ke MPR untuk diadakannya sidang istimewa. Tetapi kalau di undang-undang, dia mesti menyelesaikan naskah akademiknya dulu, lalu dia melakukan sosialisasi pada tingkat pemerintah. Barulah dia bicara dengan DPR di komisi-komisi di mana undang-undang itu harus diubah. Sebab undang-undang yang harus diubah untuk perpindahan ibu kota lebih dari 8, dalam kajian sementara yang saya temukan," ujar Fahri.
Seiya sekata, anggota Fraksi PKS di DPR Mardani Ali Sera meminta Jokowi segera mengirimkan naskah akademik terkait pemindahan ibu kota ke DPR. Sikap PKS disebut Mardani akan tampak setelah menerima naskah akademik tersebut.
"Prosedur mesti ditempuh dengan benar. Pemindahan ibu kota bukan domain eksekutif saja tapi wajib melibatkan legislatif. Paling baik monggo segera dikirim naskah akademis dan landasan yuridis lainnya," kata Mardani.
"Kalau kami, jika hasil pertimbangannya membawa manfaat siap menerima. Tapi jika hasil penilaiannya membawa banyak mudarat akan menolak. Makanya mulai segera proses di legislatifnya," imbuh Mardani.
Sementara itu anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Yandri Susanto, menyebut pengumuman Jokowi soal lokasi ibu kota itu belum berdasar hukum. Yandri pun melontarkan kritik.
"Ya kalau menurut saya belum ada punya kekuatan hukum itu, belum bisa, masih sekadar wacana itu, belum bisa, belum punya akibat hukum," kata Yandri.
"Pak Jokowi itu nggak punya hak sebelah, nggak punya hak tunggal gitu lho. Jadi mesti dibicarakan dengan DPR untuk membuat UU tentang pemindahan ibu kota. Orang mekarkan kabupaten aja pake UU DOB, Daerah Otonomi Baru. Ini kan ibu kota, luar biasa anggarannya, luar biasa akibat yang akan ditimbulkan dari pemindahan ibu kota itu," imbuh Yandri.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini