"Pilihan kebijakan melarang narapidana maju di Pilkada melindungi kepentingan publik. Komisi II akan membahasnya pascareses," kata Mardani kepada wartawan, Rabu (31/7/2019).
Politikus PKS ini setuju soal wacana pelarangan eks koruptor maju dalam Pilkada 2020. Menurutnya, napi koruptor mencederai kepercayaan publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait usulan dari KPU agar DPR merevisi UU Pilkada, Mardani mengatakan hal itu mungkin saja dilakukan. Ia juga menambahkan usulan soal batas minimal koalisi untuk Pilkada menjadi 5 persen.
"Sangat memungkinkan. Ditambah usulan saya untuk menurunkan syarat pendaftaran menjadi 5 persen dari 20 persen," tutur Mardani.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi II dari F-Demokrat Herman Khaeron menyatakan akan mengkaji soal revisi UU Pilkada di Komisi II. Menurutnya, persoalan revisi UU memiliki tahapan tersendiri.
"Prolegnas dan prioritas penyusunan atau revisi UU ada tahapan dan peraturannya. Kami akan kaji dan bicarakan di Komisi II," ujar Herman.
Sebelumnya, KPU menilai tak cukup hanya mengubah Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan untuk melarang eks koruptor maju di Pilkada 2020. KPU juga berharap ada revisi UU Pilkada.
"Pilkada 2020 kan sudah di depan mata. Sebenarnya kalau DPR dan pemerintah berniat baik sehingga hal yang pernah terjadi itu nggak terulang lagi itu bisa dimulai dengan revisi terbatas UU Pilkada, terutama soal persyaratan calon, yaitu mantan koruptor nggak boleh atau dilarang nyalon," kata Komisioner KPU Hasyim Asyari di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (30/7).
Usulan eks koruptor tidak mencalonkan diri di Pilkada juga ikut disampaikan KPK. KPK meminta parpol tak mencalonkan orang yang punya rekam jejak buruk untuk Pilkada 2020. Permintaan itu didasari kasus Bupati Kudus Muhammad Tamzil, yang tersandung korupsi untuk kedua kali. (azr/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini