"Saya berani mengatakan hari ini bahwa KPK yang sekarang terindikasi susunannya melanggar UU, karena jelas dibaca Pasal 21 ayat 5 (UU No 30/2002 tentang KPK) disebutkan komisioner KPK terdiri atas lima orang. Kelima orang itu harus ada unsur penuntut umum dan unsur penyidik," kata Antasari dalam diskusi 'Mencari Pemberantas Korupsi yang Mumpuni' di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/7/2019).
"Tidak ada unsur penuntut umum saja melanggar undang-undang. Sekarang unsur jaksa siapa? Tidak ada. Berarti kan melanggar undang-undang," lanjut dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu, dia berharap hal ini tidak terjadi lagi dalam formasi pimpinan KPK Jilid V yang saat ini sedang memasuki proses seleksi. Dia mengatakan di negara mana pun, lembaga pemberantasan korupsi diisi unsur dari polisi dan kejaksaan.
"Jadi jangan lupa harus ada unsur penuntut umum, unsur polisi walaupun pendapat saya banyak yang menentang, bahwa tidak perlu unsur jaksa dan polisi. Lho, itu lembaga negara di dunia dan di negara mana pun itu ada. Sebab perkaranya lex specialis (khusus) lembaga ini (KPK), memberantas tindak pidana korupsi," ucapnya.
Pernyataan Antasari kemudian ditanggapi anggota Komisi III F-PDIP Trimedya Pandjaitan. Menurut dia, pemahaman soal kewajiban adanya unsur polisi dan jaksa dalam formasi pimpinan KPK memang masih diperdebatkan.
"Di Pasal 21 ayat 5 UU 30/2002 tentang KPK tidak disebutkan eksplisit bahwa penyidik itu polisi dan penuntut umum itu jaksa," ujar Trimedya.
"Komisi III (bidang hukum) saat itu tidak banyak yang tidak berlatar belakang hukum. 'Sama sajalah itu' katanya. Tapi menurut saya, harus disebutkan eksplisit, minimal ada di penjelasan. Jadi kalau ditanya siapa yang bertanggung jawab soal ini, ya DPR 1999-2004," imbuhnya.
(tsa/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini