Bivitri mengatakan hal itu sekaligus merespons pidato visi Jokowi lima tahun ke depan. Dalam pidato itu, Jokowi berjanji membenahi lembaga-lembaga pemerintahan serta akan mencopot pejabat yang tidak bekerja secara efektif.
"Memang menteri atau aparat yang nggak perform ya mestinya dievaluasi, tapi saya kira bahasanya Pak Jokowi diterjemahkan lanjut," kata Bivitri di Kantor ICW, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bivitri mengusulkan perlunya pembentukan tim unit kerja presiden seperti di era pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tim unit kerja presiden itu, kata Bivitri, nantinya akan mengevaluasi kerja-kerja menteri kabinet Jokowi setiap tahun.
"Jadi, kalau ada pejabat yang harus dipecat dan ditegur, dan lain sebagainya, harus ada evaluasinya. Jangan sampai ada like and dislike, kan sayang kalau penyebabnya like and dislike secara politik. Kalau ada pemberhentian, harus evaluasi secara objektif," katanya.
Bivitri juga menyoroti kinerja Kejaksaan Agung. Menurutnya, satu-satunya kejaksaan yang memiliki bidang intelijen hanya di Indonesia. Dia menyatakan bidang intelijen itu seharusnya hanya ada di struktur TNI, bukan kejaksaan.
"Intelijen itu punya tentara. Kejaksaan nggak perlu. Kalau sekarang kan tugasnya awasi aliran kepercayaan, buku-buku yang nggak merusak, itu sebenarnya nggak perlu. Kejaksaan harus jadi penuntut. Jalankan fungsinya, kemudian supervisi penyidikian, nah sekarang kan terpisah kejaksaan dan Polri," katanya.
Terkait lembaga mana yang seharusnya tidak ada, Bivitri mengatakan semua lembaga yang dibentuk pemerintah Jokowi saat ini semuanya perlu. Namun koordinasinya mesti didorong lagi.
Dia mencontohkan lembaga Kemenkum HAM yang ada banyak turunannya dan memiliki pekerjaan yang hampir sama. Menurutnya, ini perlu dikaji lagi agar lembaga tak tumpang-tindih.
"Kemenkum HAM kan di bawahnya besar-besar semua. Legislasi, PAS Permasyarakatan itu gila-gilaan. Mulai dari manajemen penjara sampai remisi, kemudian Imigrasi, nah menurut saya perlu dikaji lagi, mana yang perlu dipisah, yang ada kajiannya, misalkan legislasi kenapa nggak buat Pusat Legislasi Nasional, toh Pak Jokowi kan maunya lebih rapi di peraturan level teknis dan perizinan," katanya.
"Lainnya, saya kira bisa dikaji lebih jauh, tapi mesti dilihat lebih. Jadi bukan hanya perampingan berapa menteri, tapi bagaimana fungsinya supaya efektif," lanjut Bivitri.
Simak Juga 'Jatah Menteri dan Koalisi di Kabinet Baru Jokowi':
(zap/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini