"(Tersangka) tiga perempuan dan empat laki-laki," ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Nico Afinta di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekujur tubuh luka dan terancam lumpuh. Tersangkanya dua orang yaitu Mamun alias Haji Mamun sebagai orang yang mensponsori, dia sejak 2018 hingga saat ini sudah merekrut 500 orang pekerja migran dengan keuntungan Rp 40 juta perbulan," kata Nico.
Sementara tersangka kedua adalah Faisal Fahruroji yang berperan sebagai agen TKW. Sejak 2016, Faisal telah memberangkatkan 100 orang ke wilayah Timur Tengah untuk dijadikan asisten rumah tangga (ART).
"Keuntungannya Rp 60 juta per bulan," imbuh Nico.
Kasus kedua adalah perdagangan orang yang dialami Nadya Pratiwi. Nadya dikirim oleh tersangka Een Maemunah sebagai sponsor dan Ahmad Syaifudin sebagai agen ke Kairo, Mesir.
"Selama bekerja, almarhum disiksa hingga mencoba kabur dengan loncat dari jendela rumah majikannya dan akhirnya meninggal dunia," ucap Nico.
Een menggeluti bisnis TPPO sejak 2016 silam. Selama tiga tahun, dia telah memberangkatkan sekitar 200 TKW dan meraup keuntungan sekitar Rp 5 juta perorang.
"Untuk agennya, Ahmad Syaifudin, telah merekrut sekitar 500 orang dengan keuntungan Rp 12 juta perorang," sambung Nico.
Tak hanya Nadya Pratiwi yang bernasib nahas, Nico juga mengungkap ada seorang anak di bawah umur bernama Reycal Alya Fanet yang tewas akibat disiksa majikan selama bekerja di Turki. Reycal direkrut oleh Aan Nurhayati, agen TKW yang sebelumnya juga pernah terjerat kasus TPPO pada 2014 silam.
"Korban dijanjikan bekerja di Dubai dengan gaji Rp 7,5 juta perbulan. Faktanya dia bekerja di Turki dan dipekerjakan tanpa istirahat, hanya diberi makan sehari sekali, terkadang makan makanan majikan dan tidak digaji," terang Nico.
Nico menerangkan tersangka Aan telah merekrut sekitar 100 orang pascabebas dari lembaga permasyarakatan. Dari bisnis TPPO ini, dia mendapat keuntungan Rp 8 juta perbulan.
Kasus terakhir, polisi menangkap sepasang tersangka yaitu Wayan Susanto alias Ega dan Siti Sholikatun. Keduanya merekrut dan mempekerjakan seorang perempuan berinisial WW di tempat spa esek-esek sebagai pekerja seks komersial (PSK).
"Korban dijanjikan pekerjaan sebagai baby sitter dengan gaji Rp 8 juta di Singapura. Faktanya korban menjadi pekerja untuk 'melayani' tamu di salah satu tempat spa. Korban dicabuli sebanyak dua kali oleh tersangka Ega dengan alasan latihan melayani tamu," jelas Nico.
Penyidik Bareskrim menjerat para tersangka dengan Pasal 81 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 15 miliar.
"Untuk korban pekerja migran yang dikirim ke luar negeri, kami juga menjerat dengan Pasal 86 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar," tutup Nico.
(aud/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini