"Menurut majelis, dapat diterapkan pasal ini, keonaran tidak harus benar-benar terjadi, akan tetapi cukup benih-benih keonaran tampak muncul di masyarakat," kata hakim anggota Krisnugroho membacakan analisis yuridis atas putusan Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Kamis (11/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdakwa seharusnya menyadari, dengan teknologi, saat ini (hoax) akan dengan mudah menyebar," sebut hakim.
Majelis hakim menyebut cerita bohong (hoax) penganiayaan sengaja dibuat Ratna Sarumpaet. Hakim menyebut alasan Ratna mengarang cerita kepada anaknya untuk menutupi operasi pengencangan kulit muka di RS Bina Estetika mungkin logis dapat diterima.
Namun hakim mempertimbangkan cerita bohong yang juga disebarkan Ratna Sarumpaet kepada banyak orang.
"Tetapi juga diceritakan kepada orang-orang seperjuangan, seperti tim badan pemenangan capres-cawapres. Menurut hemat majelis, terdakwa telah memiliki maksud tertentu untuk menarik simpati, mempengaruhi, dan propaganda, di mana terdakwa sebagai aktivis dan pejuang HAM mendapat perlakuan kekerasan yang tidak wajar," papar hakim Krisnugroho.
Hoax penganiayaan ini, menurut hakim, mendapat reaksi keras dari sejumlah orang. Reaksi ini disampaikan lewat media sosial, lalu menjadi pemberitaan utama media mainstream.
"Menimbang bahwa hal itu dapat dilihat tanggapan reaksi orang-orang yang menerima berita tersebut, seperti Fadli Zon, Rocky Gerung, dan Fahri Hamzah. Mereka membalas pesan-pesan mengomentari dikaitkan dengan perjuangan, baik di Twitter, Instagram, maupun Facebook, sehingga berita penganiayaan terkait terdakwa menjadi viral," kata hakim.
Sementara itu, Atiqah Hasiholan mengaku bersyukur vonis ibunya, Ratna Sarumpaet, jauh lebih rendah daripada tuntutan jaksa. Ratna Sarumpaet divonis hakim dengan hukuman 2 tahun penjara.
Tapi Atiqah tetap mempertanyakan soal keyakinan hakim yang menyebut cerita bohong (hoax) penganiayaan Ratna memunculkan benih-benih keonaran.
"Tapi yang saya yakini adalah... apa makna keonaran itu, di mana sebenarnya tidak terpenuhi di sini. Tapi tiba-tiba muncul baru lagi, terjadinya benih-benih keonaran. Saya jadi, lo apa lagi ini benih-benih keonaran?" tutur Atiqah.
"Walaupun di satu sisi saya bersyukur, dari 6 tahun tuntutan, Ibu saya divonis 2 tahun. Tapi ya itu dia ya, kata 'keonaran', 'benih-benih keonaran'," kata Atiqah heran.
Reaksi yang sama juga disampaikan Ratna Sarumpaet. Dia menilai unsur keonaran tidak terbukti seperti dalam dakwaan JPU, namun pertimbangan hakim menyebut ada benih-benih keonaran.
"Benih-benih itu kan bahasa yang dikamuflase sedemikian rupa. Kan hukum itu ada kepastiannya, nggak bisa benih-benih kok tiba-tiba memunculkan itu. Nanti harus dibongkar lagi kamus bahasa Indonesia maksudnya," ungkap Ratna.
Kisah hoax penganiayaan ini berawal dari tindakan medis operasi perbaikan muka (facelift) atau pengencangan kulit muka Ratna Sarumpaet. Ratna Sarumpaet menjalani rawat inap di RS Bina Estetika pada 21-24 September 2018.
Selama menjalani rawat inap tersebut, Ratna Sarumpaet, menurut hakim, beberapa kali mengambil foto wajahnya dalam kondisi lebam dan bengkak akibat tindakan medis.
Foto-foto muka lebam dan bengkak itu selanjutnya dikirim Ratna Sarumpaet melalui WhatsApp ke asistennya, Ahmad Rubangi, pada Senin, 24 September 2018. Ratna disebut hakim menceritakan penganiayaan oleh dua pria di area Bandara Husein Sastranegara. Padahal muka bengkak merupakan efek wajar dari operasi pengencangan kulit muka di RS Bina Estetika.
Dalam putusannya, majelis hakim memaparkan hal yang memberatkan putusan. Ratna sebagai public figure, menurut hakim, seharusnya memberikan contoh yang baik dalam berbuat dan bertindak.
"Terdakwa berusaha menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya," kata hakim.
Sedangkan hal yang meringankan, Ratna merupakan seorang ibu rumah tangga yang berusia lanjut. "Terdakwa telah melakukan permintaan maaf secara terbuka," sebut hakim Krisnugroho.
Simak Juga 'Tok! Ratna Sarumpaet Divonis 2 Tahun Penjara':
(fdn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini