Sejumlah warga yang menggelar unjuk rasa ini berasal dari desa yang sama, yaitu Desa Kepatihan, Kecamatan/Kabupaten Jombang. Sembari membentangkan poster berisi tuntutan, massa yang didominasi emak-emak itu berorasi di depan kantor Kepala SMPN 1 Jombang, Jalan Patimura.
Perwakilan orang tua siswa Siti Rohani (52) mengatakan, aksi protes terpaksa dilakukan warga lantaran pengukuran jarak pada sistem zonasi dinilai tidak akurat. Terlebih lagi SMPN 1 Jombang terletak di wilayah Desa Kepatihan.
"Rumah saya di Kepatihan gang 5 nomor 11 D, teman saya di 11 D. Saat ambil PIN, data jarak rumah saya dimasukkan 1.400 meter sekian, teman saya 1.300 meter sekian. Padahal rumah kami mepet," kata Siti Rohani kepada wartawan di lokasi demo, Rabu (26/6/2019).
Karena anaknya tak diterima di SMPN 1 Jombang, kini Rohani dan warga Kepatihan lainnya bingung menentukan sekolah bagi anak-anak mereka. "Seharusnya zonasi Kepatihan masuk SMPN 1 Jombang. Kalau ke sekolah swasta bayarnya mahal," ujarnya.
Kepala Desa Kepatihan Erwin Pribadi membenarkan SMPN 1 Jombang masuk wilayahnya. "Harusnya anak-anak bisa diterima. Wilayah Jalan Patimura 63 ini adalah SMPN 1 sesuai kretek yang dimiliki oleh desa. Dan itu masuk Desa Kepatihan," terangnya.
Sementara Kepala SMPN 1 Jombang Alim menjelaskan, PPDB tahun ajaran 2019/2020 sudah dia jalankan sesuai aturan. Menurut dia, sistem zonasi menggunakan acuan jarak rumah siswa dengan sekolah, bukan sekadar wilayah administrasi.
"Dari manapun calon siswa asalkan jaraknya sesuai dengan kuota yang diinginkan, ya itu yang diterima. Jadi, bukan masalah ini warga Kepatihan atau bukan," ungkapnya.
Oleh sebab itu, dia menilai protes yang dilakukan sejumlah warga Kepatihan terjadi karena kurangnya pemahaman warga terhadap juknis PPDB sistem zonasi. "Karena ini memang hal baru, wali murid masih butuj penjelasan yang maksimal," tandasnya.
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini