Adalah Handaya, warga Desa Bendelonje Kecamatan Talun Kabupaten Blitar. Baginya, mensyukuri kesehatan dan kekuatan dari Tuhan di usianya yang sudah tua, adalah dengan merawat para lansia yang sudah tidak berdaya.
Awalnya, Handaya hanya ingin berbagi bahan makanan yang datang ke rumahnya dengan melimpah. Ke-9 putranya, memilih hidup jauh di berbagai kota. Kehidupan para petani di desa yang berbagi hasil panen, dirasa melebihi apa yang dibutuhkan sehari-hari bersama sang suami.
Handaya kemudian membagikan lagi bahan makanan itu ke para janda di desanya. Namun dia menemukan kenyataan, ada beberapa janda hidup sendirian dengan kondisi fisik tak berdaya. Untuk memasak bahan pangan yang dia antarkan, mereka sudah tidak bisa.
"Tahun 2010 itu. Ada tiga janda yang kondisinya seperti itu. Biar tidak tersinggung, saya ajak mereka tinggal di rumah saya dengan alasan saya ajak ngaji. Kebetulan mau bulan Ramadhan saat itu," ucapnya mengawali cerita saat detikcom menyambangi rumahnya, Jumat (17/5/2019).
Saat itu, sang suami merasa keberatan jika Handaya membawa pulang tiga janda itu ke rumah mereka. Diapun menangis dan hanya berharap pertolongan Tuhan YME. Akhirnya, bantuan datang dari tetangga yang lain. Handaya membuat gubuk kecil bersebelahan dengan rumah tinggalnya, agar tetap bisa merawat tiga janda itu.
![]() |
"Ternyata mereka kerasan tinggal dengan saya. Tidak hanya selama Ramadhan. Tapi satu bulan, dua tiga bulan sampai akhirnya mereka meninggal dunia," ungkapnya.
Cerita Handaya yang mau merawat lansia bergulir dari mulut ke mulut. Bahkan, tak jarang orang tak dikenalpun mengantarkan lansia agar dirawatnya. Handaya, menerima semuanya hanya dengan satu syarat. Lansia itu harus perempuan.
Tak peduli kondisi mereka saat diantar memprihatinkan. Pun jika kondisinya dinyatakan mengalami gangguan jiwa.
"Saya pernah membawa wanita tua yang katanya gila. Dia tidur di gardu kamling. Saya tanya, sampean gelem manggon nang omahku (kamu mau hidup di rumahku ). Dia jawab, opo sampean gelem ngrumat aku (apa kamu mau merawat saya). Saya jawab, mau. Lalu saya bonceng naik sepeda onthel," tutur perempuan yang masih tampak cantik ini.
Menurutnya, semua bentuk manusia itu kuasa Allah SWT. Entah itu sehat, baik, busuk, berbau. Semua adalah manusia, makhluk ciptaan Yang Maha Kuasa. Saat suaminya meninggal awal 2013 lalu, Handaya yang hidup sendiri makin memasrahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa.
"Saya tidak punya pekerjaan, tidak dapat pensiunan. Banyak yang tanya, darimana saya dapat biaya untuk makan dan merawat mereka. Saya mantap jawab, dari atasan," katanya sambil tertawa.
![]() |
Dia mengaku, semua anaknya selalu mengirimkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemudian datang satu per satu donatur ikut memberikan bantuan. Pernah ada pejabat pemda yang menyarankan membuat proposal agar dapat bantuan dari negara. Namun saran itu Handaya tolak.
"Kalau urusan rezeki, sama Allah saja lebih enak. Daripada sama manusia, banyak syaratnya," ucapnya.
Tanpa terasa, sejak tahun 2010 sampai 2019 ini sudah sebanyak 51 lansia yang telah dirawat. Saat ini, masih ada sebanyak 27 wanita lansia yang hidup bersama di rumah Handaya. Lainnya, telah meninggal dunia. Mereka ada banyak yang dari Blitar. Namun ada juga yang dari Bali, Lampung, Riau dan Medan.
"Orang mau mati harus punya bekal. Kalau mereka tidak punya apa-apa, tidak bisa apa-apa. Di sini saya mengajak mereka mencari bekal di akherat dengan mengaji bersama," pungkasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini