Tim Asistensi Hukum sudah mulai bekerja pada Kamis (9/5) pekan lalu. Ada 24 pakar yang bakal mengkaji pelanggaran-pelanggaran hukum. Penegak hukum bisa mantap beraksi dilandasi masukan dari para pakar itu.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) adalah salah satu yang menyumbang kritik ke Wiranto. Menurut Komnas HAM, Tim Asistensi Hukum berisiko mengancam kebebasan berpendapat, padahal kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi. Ini juga bisa menjadi bentuk intervensi pemerintah terhadap hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Tim Pakar Bentukan Wiranto Siap Beraksi |
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melihat Tim Asistensi Hukum membahayakan demokrasi di negeri ini. Tim itu dilihat sebagai salah satu hasil kebijakan pemerintah yang perlu dibubarkan.
"Dengan adanya Tim Asistensi, seolah-olah tim ini menjadi lembaga yang akan mengevaluasi omongan kita semua, para jurnalis juga bisa kena, kemudian dia memberikan kepada polisi. Saya membayangkan, ketika polisi mendapat rekomendasi dari tim ini, yang dibentuk Menko Polhukam, masa polisi mau nolak?" kata Ketua Umum YLBHI Asfinawati di gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2019).
Ada 13 aktivitas tokoh yang sedang dikaji Tim Asistensi Hukum. Di dalamnya ada nama Bachtiar Nasir, Kivlan Zen, Eggi Sudjana, hingga Amien Rais. Dari partai politik, ada PAN yang mengkritik. Lembaga itu dinilai PAN kontraproduktif.
"Kenapa kontraproduktif? Karena justru akan semakin menimbulkan kemarahan dan, kalau tujuannya untuk menakut-nakuti, pasti tidak akan takut, apalagi tokoh seperti Pak Amien," ujar Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN Dradjad Wibowo, Sabtu (11/5/2019). Amien Rais sebagai salah satu tokoh yang dikaji Tim Asistensi Hukum, adalah senior yang dihormati di PAN.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Erma Suryani Ranik, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membubarkan Tim bentukan Wiranto itu. Tim itu dinilai Erma tidak berguna karena dalam hal penegakan hukum, sudah ada lembaga Polisi dan Kejaksaan Agung.
"Saya minta Pak Jokowi perintahkan Menko Polhukam untuk bubarkan itu tim. Timnya tidak berguna," kata Erma di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (13/5/2019).
Dari Istana Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin pasang badan untuk membela kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi itu. Staf Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP) ini tak melihat ada yang salah dari Tim Asistensi Hukum. Jadi, kritik dari Erma Suryani Ranik untuk membubarkan Tim itu tak perlu dituruti.
"Jadi saya yakin beliau-beliau memberikan masukan, mengasistensi (membantu) pemerintah dalam hal ini adalah Pak Menko Polhukam dengan pikiran-pikiran yang jernih, pikiran-pikiran yang bisa membantu pemerintah, membantu Menko Polhukam dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan situasi keamanan dalam negeri pascapemilihan umum kemarin. Di mana salahnya?" kata Ngabalin saat dihubungi, Senin (13/5/2019).
Soal kritik bahwa sudah ada lembaga penegak hukum sebelum Tim Asistensi Hukum dibentuk Wiranto, Ngabalin juga menjawab. Menko Polhukam memang bertugas mengkoordinasi lembaga pemerintah, termasuk lembaga hukum dan keamanan. Ngabalin ingin Erma paham tugas Menko Polhukam, sehingga tak lagi melihat tugas tim bentukan Menko Polhukam sebagai lembaga yang tumpang tindih dengan lembaga penegak hukum lainnya, polisi dan kejaksaan misalnya.
"Mestinya Ibu Erma harus memahami, mendalami lagi lebih dalam karena tugas dan kerja Menko Polhukam, itu adalah mengkoordinasi semua menteri dan instansi lembaga pemerintah yang ada di bawah koordinasi Menko Polhukam. Mestinya ibu itu (Erma) tahu, apa urusannya DPR minta dibubarkan," tutur Ngabalin.
Simak Juga 'Blak-blakan Wiranto: Bicara Makar hingga Setan Gundul':
(dnu/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini