"Perlu kita ingatkan KPU agar KPPS diberikan pelatihan supaya ada pelaksanaan tahu kondisi," kata Ray Rangkuti saat diskusi di Gado-gado Boplo Resto, Jalan Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5/2019).
Pada Pemilu 2019, menurut Ray, petugas KPPS hanya diberikan pelatihan 2 jam sebelum pelaksanaan pemilihan. Apalagi petugas KPPS yang bekerja di bawah tekanan politik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPPS yang meninggal diberikan pelatihan 2 jam di bawah tekanan dengan bobot kerjaan yang harus tahu semua dan saya tidak tahu mereka orang baru semua, pertama kali," jelas Ray.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan kerangka hukum undang-undang pemilu tidak siap menghadapi pemilu 2019. Saat pembahasan undang-undang pemilu di DPR, anggota dewan juga hanya memikirkan kepentingan partai politiknya.
"Undang-undang pemilu dibahas 7 bulan, 4 bulan sibuk membahas sistem pemilu. Bahkan sampai voting ambang batas presiden, hasrat mereka mengatur detail," tutur Titi.
Titi pun mengatakan, petugas KPPS juga dituntut harus memahami aturan baru misalnya pemilih yang bisa membawa e-KTP. Namun petugas KPPS diancam dilaporkan ke polisi karena ada pemilih yang tidak bisa mencoblos meski membawa e-KTP. Padahal itu terjadi karena kurangnya pemahaman petugas KPPS terhadap aturan-aturan.
"Pada hari H mereka harus kejar dengan aturan baru. Pemilih e-KTP sesuai alamat, pemilih bawa potongan berita dan mengancam dipidana, di bawah tekanan KPPS tidak tahu informasi valid, akhirnya ada mal praktek administrasi," tutur dia.
Diketahui, jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia kembali bertambah pada Jumat (10/5) kemarin. Ada 469 petugas KPPS dilaporkan meninggal dunia.
Data tersebut jumlah petugas KPPS yang sakit juga bertambah menjadi 4.602 orang, sehingga total petugas yang sakit dan meninggal sebanyak 5.071 orang.
Analisis Pakar UGM Pemicu KPPS Meninggal, Medis hingga Tuduhan Curang:
(fai/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini