"Kita perlu membahas kembali apakah penyatuan Pileg dan Pilpres ini sudah benar atau tidak. Kan yang memutuskan ini Mahkamah Konstitusi dulu. DPR sih memisahkan antara Pileg dan Pilpres. Ini kan keputusan MK, bukan keputusan DPR lho," kata Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali kepada wartawan, Sabtu (4/5/2019).
Dia menjelaskan, sebelum ada keputusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, DPR sudah mengesahkan tiga undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pileg, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal ratusan petugas KPPS yang meninggal dunia, Amali berpandangan itu karena mereka belum pernah menjalankan tugas seperti Pemilu 2019. Pada penyelenggaraan pemilu periode sebelumnya, pekerjaan KPPS dinilainya biasa selesai pada petang hari.
Namun pada 2019 ini, beban kerja mereka bertambah karena pilpres dan pileg digelar serentak. Menurutnya, penyelenggaraan Pemilu 2019 perlu dibahas kembali supaya peristiwa meninggalnya ratusan orang tak terulang.
"Apalagi ada grand design untuk menyatukan Pilpres, Pileg, dan Pilkada, ada rencana seperti itu untuk 2024 nanti. Baru wacana. Dengan menyatukan pileg dan pilpres saja sudah seperti ini, apalagi kalau kita satukan dengan pilgub, pemilu bupati, pemilu wali kota. Saya nggak kebayang itu ruwetnya," kata Amali.
Putusan pemilu serentak diketok MK pada Kamis, 23 Januari 2014. Putusan itu atas permohonan Effendi Gazali. Pada 21 Juli 2017 dini hari, Rapat Paripurna DPR RI menyetujui RUU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi UU. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan UU itu pada 15 Agustus 2017.
Simak Juga 'KPU: Bangsa Ini Patut Berterima Kasih kepada KPPS!':
(dnu/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini