Video itu diunggah akun @AnonymousID____. Akun itu menyertakan kalimat 'Gelar pasukan di Jakarta... Ada 20 peluru tajam yang di sandang Brimob pada magazane kedua. Ini rezim udah siap - siap mau memerangi rakyat kah.???#KPUJanganSalahInputData'.
Menanggapi viralnya video tersebut, Polri menegaskan narasi yang ditulis pemilik akun tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Pengecekan amunisi, dijelaskan Dedi, memang dilakukan tetapi untuk memastikan anggota benar-benar dalam kondisi siap melindungi rakyat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kapolri menanyakan hal tersebut dalam rangka kesiapan pengamanan," imbuhnya.
Dedi mengatakan saat ada sesuatu yang membahayakan keamanan masyarakat dan personel, Kapolri ingin anggota sudah dalam kondisi siap menyelamatkan masyarakat dari bahaya dan mengondusifkan situasi.
Dedi menjelaskan tindakan-tindakan kepolisian selalu memerhatikan 4 hal. Yaitu mulai dari mengacu pada standar operasional prosedur (SOP) hingga mengutamakan langkah pencegahan atau preventif.
"Pertama adalah harus mengacu kepada ketentuan dan prosedur yang berlaku. Ini akses legalisasi. Yang kedua adalah polisi harus memperhatikan norma-norma yang berlaku di masyarakat, ada norma sosial, susila, agama, etika dan sebagainya," terang Dedi.
Ketiga, lanjutnya, Polri harus menjunjung tinggi hak asasi manusia. Keempat, polisi mengutamakan tindakan-tindakan pencegahan.
"Artinya dari empat konsep itu berlaku secara universal," sambungnya.
Dedi menerangkan Polri memiliki dua Peraturan Kapolri (perkap) yang menjadi acuan seluruh anggota.
"Yang pertama Perkap 1 tahun 2010 tentang tata cara penggunaan kekuatan di mana tindakan kepolisian ada 6 tahapan, mulai tahapan lunak sampai tahapan keras. Tahapan keras itu dengan menggunakan senjata api," tutur Dedi.
Peraturan selanjutnya adalah Perkap 7 Tahun 2010 tentang implementasi HAM dalam pelaksanaan tugas kepolisian. Dia mencontohkan jika ada seseorang yang membawa senjata dan membahayakan keselamatan orang lain, maka polisi dapat melakukan tindakan yang melumpuhkan seseorang tersebut.
"Artinya ketika ada orang membawa senjata tajam yang bisa mengancam keselamatan petugas, keselamatan masyarakat, anggota bisa melaksanakan diskresi. Diskresi itu kemampuan anggota menilai suatu keadaan sebelum anggota melakukan suatu tindakan. Kalau sudah membahayakan orang lain, membahayakan petugas, petugas wajib hukumnya untuk melumpuhkan," ucap Dedi.
Dedi kemudian berujar tak semua anggota Polri berhak menguasai senjata dengan amunisi peluru tajam. Senjata yang disertai amunisi lengkap itu dipegang oleh tim penindak.
"Kalau ada satuan penindak, itu (peluru tajam) ada. Kalau anggota biasa, reserse, lantas nggak perlu kaya gitu," ujar Dedi. (aud/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini