"Temuan rekap (yang tidak sesuai di tingkat Kecamatan) memang banyak, seperti adanya angka-angka yang beda antara C1 plano dengan C1 hologram yang dimiliki KPPS, PTPS dan saksi. Sehingga harus dilakukan pembukaan kotak suara untuk memastikan kebenaran angka-angka tersebut," ujar Koodinator Divisi SDM dan Organisasi Bawaslu Kabupaten Gunungkidul, Rini Iswandari saat ditemui di Kantor Bawaslu Kabupaten Gunungkidul, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Rabu (24/4/2019).
Menurut Rini, temuan tersebut hampir terjadi di seluruh Kecamatan yang ada di Gunungkidul. Namun, Bawaslu belum bisa menyebut secara rinci dari TPS mana saja temuan itu berasal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komisioner Bidang Pengawasan, Humas dan Hubungan antar Lembaga Bawaslu Gunungkidul, Rosita menambahkan temuan yang paling mencolok adalah adanya selisih antara daftar hadir dengan surat suara yang digunakan.
"Jadi kemarin itu kita harus membuka kotak itu (surat suara) karena gini, contoh ada satu Parpol itu kan dari daftar hadir contoh 230, tetapi di dalam kenyataannya (surat) suara yang digunakan itu 231, itu gimana?," katanya.
"Terus kita cek, daftar suara tidak sah, ternyata kelebihan di daftar surat suara yang sah. Jadi ketika ditotal antara yang sah dan tidak sah yang kelebihan yang sah. Akhirnya kita benar-benar buka surat suara, akhirnya ketemu di salah satu parpol yang dobel," sambung Rosita.
Setelah dilakukan pengecekan, ternyata terdapat kesalahan dalam penginputan jumlah suara sah ke dalam formulir C1. Menurutnya, hal itu hanya ditemukan pada surat suara calon legislatif saja.
"Ternyata itu hanya salah menginput, harusnya itu (suara sah) tidak masuk ke parpol semua, tapi ada terpecah sama caleg gitu lho. Jadi tidak semua masuk ke parpol," ujarnya.
"Tapi kalau ada yang selisih, benar-benar ada yang selisih, ya itu dianggap surat suara tidak sah, begitu, karena harus disamakan," imbuhnya.
Rosita mengatakan hal itu dilakukan karena Bawaslu memiliki kewenangan terkait pembetulan jumlah suara yang dihitung, khususnya di tingkat kecamatan. Untuk dasar pembetulan tersebut, Bawaslu mengacu pada data penghitungan suara yang dicatat oleh Pengawas TPS (PTPS).
"Jadi memang kewenangan kita untuk membetulkan itu (jumlah suara yang dihitung) di tingkat kecamatan. Teknis pembetulannya kita buka (C1) Plano, lalu C1 dicocokkan dengan milik PTPS dan KPPS. Kalau planonya benar angkanya, tapi di C1 salah ya direnvoi," ujarnya.
Menurut Rosita, dari membetulkan jumlah suara Pemilu di tingkat Kecamatan itulah Bawaslu berhasil menemukan 2 TPS yang harus melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Dua TPS tersebut adalah TPS 18 Desa Girisekar, Kecamatan Panggang dan TPS 16 Desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari.
"Dari sekian banyak yang disaring munculah 2 TPS yang PSU itu. Untuk yang di Gedangsari itu jelas-jelas kelebihan (DPT) dan ternyata ada yang bermasalah (DPK bukan KTP-el Gunungkidul)," katanya.
Hal itu, menurut Rosita terjadi bukan karena pembiaran yang dilakukan petugas PTPS terhadap DPK tersebut. Namun hal itu terjadi karena ketidaktahuan petugas KPPS akan peraturan menggunakan hak suara.
"Jadi saat itu semua petugas sedang istirahat, saat istirahat itu tiba-tiba ada ibu-ibu nyoblos. Secara logika kan yang memberikan surat suara KPPS bukan PTPS, kok bisa dibilang PTPS membolehkan ibu-ibu itu mencoblos, dan harusnya KPPS tahu aturan dan tidak mengizinkannya," katanya.
"Dan untuk masalah yang di Panggang (DPK luar DIY mencoblos di TPS 18 Girisekar), PTPS tidak tahu kalau yang bersangkutan (DPK luar DIY) bukan KTP elektronik Gunungkidul, PTPS kan ya tidak mungkin mengecek satu-satu. Tapi sama KPPS tetap diberi surat suara," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini