"Maka tadi dari aparat kepolisian telah tegas tegas mengatakan bahwa mobilisasi massa dalam rangka pawai kemenangan sebelum pengumuman resmi diumumkan maka akan tidak diizinkan, karena nyata-nyata apa itu melanggar undang-undang menyatakan pendapat dimuka umum, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998," kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2019).
Dia menjelaskan ada 4 syarat agar bisa mendapatkan izin melakukan mobilisasi massa sesuai undang-undang. Salah satunya tidak mengganggu ketertiban umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menyarankan masyarakat cukup melakukan syukuran di rumah masing-masing ketimbang melakukan pawai kemenangan.
"Nah kalau syukuran kemenangan di rumah masing-masing boleh tentunya ya, syukuran kemenangan di rumah tetangganya hadir boleh," ucapnya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan mobilisasi massa itu dapat menimbulkan provokasi. Dia mengajak masyarakat tetap beraktivitas secara wajar.
"Meminta masyarakat untuk tidak melakukan pawai syukuran atau apa pun mobilisasi massa untuk menunjukkan kemenangan karena nanti akan memprovokasi pihak yang lainnya. Lebih baik kita tetap menjalankan kegiatan dengan baik, tenang," kata Tito.
Tito mengatakan mobilisasi massa juga dilarang dalam penyelesaian sengketa pemilu. Dia menyebut masalah itu bisa diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau ada hal yang dianggap anggap tidak sesuai Undang-Undang ada mekanismenya untuk para petugas ada Bawaslu dan juga nanti ada proses MK kalau ada hal yang dianggap melanggar, tapi tidak dalam bentuk mobilisasi massa. Kalau ada mobilisasi massa maka Polri tidak memberikan izin," pungkasnya.
5 Surat Suara di Pemilu 2019, Yuk Kenali Warna dan Cirinya:
(abw/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini