"Yang jelas usianya masih 21, masih sebagai mahasiswi dan bujangan," ungkap Kasatreskrim Polres Blitar AKP Heri Sugiono kepada wartawan, Kamis (28/3/2019).
Namun kasat enggan menjelaskan lebih detail tentang identitas mahasiswi tersebut. Yang jelas, saat di lokasi penggerebekan, ditemukan bercak darah diduga milik mahasiswi tersebut.
"Kami bawa ke RSUD Mardi Waluyo dan tim medis bilang kalau embrio janin masih berada di dalam kandungan. Jadi belum sempat diaborsi, keburu kami gerebek," jelasnya.
Hasil pemeriksaan pada N, terlapor mengaku kebanyakan pasiennya adalah wanita dewasa. Usia kehamilan mereka kurang dari empat minggu. Dan bersedia membayar Rp 5 juta jika aborsi berhasil dilakukan.
Sedangkan N yang semula disebut pensiunan perawat, mengaku sebagai pensiunan bidan. Keterangan awal yang menyebut dia mulai beroperasi sejak 24 tahun yang lalu dibantahnya.
"Pemeriksaan terbaru, dia pensiunan bidan. Mulai membuka praktek aborsi sekitar lima tahun yang lalu," ucap kasat.
Mengingat kondisi fisik N sudah manula dan ditopang kursi roda, kasat mengaku sedang berkoordinasi dengan dinas kesehatan untuk menangani kasus ini.
Hingga hari ini, status N masih sebagai terlapor. Beberapa saksi lain yang berada didalam rumah saat pengrebekan juga telah diminta keterangan. Termasuk pasangan suami istri, yang disebut N berperan sebagai perantara dan masih kerabatnya. Pasangan inilah yang paham, berapa jumlah pasien dan latar belakang para wanita yang menggugurkan kandungannya.
"Pasutri yang berperan sebagai perantara ini kemungkinan akan kami naikkan statusnya. Karena ikut berperan melancarkan tindakan ilegal ini," pungkasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini